Cari Blog Ini

Minggu, 20 Desember 2009

RENUNGAN

Anak Kecil


Mungkin karena sudah bawaan keturunan. Irfan, anak pak sudi, memiliki sifat yang sam dengan bapaknya, nyeleneh. Anak lincah yang dikenal kawan-kawannya jago bermain bola tiba-tiba minta ikut pengajian Ustad Shobri yang diadakan setiap rabu malam di masjid. Kontan saja Pak Sudi melarang karena takut anaknya yang baru berusia 8 tahun itu bisa berbuat kacau pengajian dengan tingkahnya.

“Enggak, irfan gak bikin kacau. Irfan mau dengar saja. Bosen dirumah, lagian kan sekarang libur sekolah,” ujarnya merajuk.

Karena tidak tega, Pak Sudi pun menguzinkan juga. ”Ya sudah kamu pakai baju yang rapi, dan janji ya jangan bikin kacau,” ujar Pak Sudi memperingatkan.

Kali ini Ustad Shobri membicarakan tentang keutamaan ilmu dan penghormatan kepada guru. Dan seperti biasa, selepas menjelaskan materi ustad muda yang santun itu membuka sesi tanya jawab. Mungkin karena materi kali ini dirasa tak terlalu sulit tak tampak jamaah pengajian yang ingin bertanya.

Melihat itu Irfan nyeletuk. ”Ustad, saya saja deh yang nanya, bisa gak anak kecil jadi guru?” ujarnya tiba-tiba

Pak Sudi yang terkejut karena ulah anaknya langsung mendekap mulut Irfan. ”Aduh...maaf Pak Ustad, anak saya memang suka nyeletuk...sekali lagi maaf Pak Ustad...tentu saja tak bisakan anak kecil menjadi guru,” ujarnya sambil menyembunyikan Irfan dibawah ketiaknya sampai Irfan gelagapan.

Ustad Sobri hanya tersenyum. ”Bisa,” katanya membuat Pak Sudi bengong hingga Irfan terlepas dari dekapannya. ”Tuh kan, bisa,” kata Irfan penuh kemenangan.

Ustad Sobri kembali tersenyum. ”Ada sebuah kisah hikmah. Suatu ketika ada orang tua tengah menyusuri sungai dan menemukan anak kecil mengambil wudhu sambil menangis. Orang tua itu pun bertanya kepada si anak kenapa ia menangis? Anak itu menjawab bahwa dirinya habis membaca al-Quran dan menemukan ayat, ”Yaa ayyuhal ladzina aamanuu quu anfusakum...” yang artinya, ”Wahai orang yang beriman, jagalah olehmu dirimu dan keluargamu dari api neraka.” ayat itulah yang membuat anak kecil itu menangis, ”Ujar Ustad Shobri.”

”Nah, mendengar itu tentu saja si orang tua menghibur dan bilang anak itu tak bakalan masuk neraka. Tetapi si anak berkata lagi, ’Wahai bapak, tentulah bapak seorang yang berakal, tidaklah bapak lihat kalau orang menyalakan api maka yang pertama sekali mereka akan meletakkan ialah ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian baru yang besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini akan dibakar terlebih dahulu sebelum dibakar orang dewasa...”

Mendengar itu si orang tua gantian yang menangis mendapati bagaiman seorang anak kecil begitu takut denga neraka sementara dirinya yang sudah tua dan lebih berakal tidak memiliki ketakutan seperti itu. Pada posisi inilah si anak kecil menjadi guru bagi orang tua itu,” ujar Ustad Shobri lagi.

Para jamaah terdiam, termasuk Pak Sudi. Tapi perlahan ia mengusap kepala Irfan penuh sayang.

Selasa, 03 November 2009

BILA ILMU TIDAK DIAMALKAN

BILA ILMU TIDAK DIAMALKAN

Rasulullah saw. bersabda, “siapa yang mencari ilmu dengan tujuan untuk berdebat dengan para ulama, memperdaya orang-orang bodoh, atau mengelabui manusia, maka Allah akan memasukkannya kedalam neraka.”[1]

Kisah

Al-Hasan al-Basri berkata, “Ada lima macam manusia didunia ini. Pertama, para ulama: mereka adalah ahli waris para nabi. Kedua, para zahid: mereka adalah orang-orang yang rendah hati. Ketiga, para pejuang: mereka adalah pedagang-pedagang Allah. Keempat, para pedagang: mereka adalah orang-orang kepercayaan Allah. Kelima, para raja: mereka adalah para penjaga manusia. Jika orang alim menjadi tamak dan senang mengumpulkan harta, maka siapa yang akan menuntun kaum muslim? Jika orang zahid mencintai dunia maka kepada siapa kaum muslimin akan mengambil petunjuk? Jika pejuang menjadi orang yang ria—sementara amalan orang yang ria tidak akan diterima oleh Allah—maka siapa yang akan mengalahkan musuh? Jika pedagang menjadi penghianat, maka siapa lagi orang yang dapat dipercaya? Jika penguasa menjadi serigala buas, maka siapa yang akan menjaga kambing-kambing ternak?”

Jadi, tidak akan ada manusia yang celaka, kecuali kalau para ulama mencari muka, para zahid mencintai dunia, para pejuang bersikap ria, para pedagang berkhianat, dan para penguasa menzalimi. Allah Swt. berfirman, ”Dan orang –orang zalim itu kelak akan mengetahiu kemana mereka akan kembali.”[2]

Ibn Abbas r.a. mnuturkan, ”Jika ilmuan (ulama) menjaga ilmunya dan mewariskannya kepada keluarganya, maka mereka akan dapat membuat orang-orang yang hidup sezamannya menjadi baik. Sayangnya, mereka mencurahkan ilmunya untuk meraih keuntungan dunia, akibatnya mereka pun diremehkan oleh orang-orang di dunia.”

Ada tiga manusia yang paling merugi di hari kiamat. Budak yang salih masuk surga, sedangkan majikannya masuk neraka; orang yang mengumpul-ngumpulkan harta, namun ia tidak memenuhi hak Allah sampai meninggal. Lalu, ahli warisnya menginfakkan harta itu dijalan Allah sehingga mereka selamat, sedangkan orang yang mengumpulkan masuk neraka; orang alim yang mampu menyelamatkan manusia dengan ilmunya, sedangkan ia sendiri masuk neraka. Dalam syair disebutkan:

Orang yang tidak bertakwa mengikuti orang bertakwa

Dokter dapat mengobati pasien, sementara ia sendiri mengidap penyakit ganas

Hamid al-Laffaf berkata, ”Jika Allah Swt. menghendaki seseorang celaka maka Allah akan menyiksanya dengan tiga tanda. Pertama, Allah memberikan ilmu kepadanya, tetapi Allah tidak menganugrahkan kemampuan untuk mengamalkan ilmu tersebut.” Karena itu dikatakan bahwa jika orang alim telah rusak, maka rusaklah alam ini. Dalam sebuah syair disebutkan:

Hai para pembaca, hai para penghuni kota

Ilmu tidak akan berguna, jika para ulamanya telah rusak

Abu Hanifah bertutur, ”Ilmu dapat membekali 10 hal kepada pemiliknya, yaitu khusuk, nasihat, kasih sayang, kecenderungan, kesabaran, kedermawanan, rendah hati, menjaga diri (’iffah) dari keinginan memiliki harta orang lain, rutin membuka kitab-kitab, dan sedikit hijabnya. Ia rela membuka pintunya, baik untuk orang elit maupun orang alit. Kami mendapatkan informasi bahwa nabi Daud a.s. mendapatkan cobaan karena adanya hijab yang sangat rapat.

Al-Fudhail ibn Iyadh—semoga Allah merahmatinya—berkata, ”Jika seorang berilmu cinta dunia, maka majelis taklimnya akan membuat orang bodoh menjadi semakin bodoh, orang jahat semakin jahat, dan membuat hati orang beriman menjadi keras seperti batu.”

Dikatakan bahwa kekeliruan orang-orang alim menyebabkan kehancuran alam semesta.

’Ali r.a. berkata, ”Mempelajari ilmu tanpa mengamalkannya bagaikan orang yang melempar lembing tanpa lembing”

Al-Syibli—semoga Allah merahmatinya—bersyair:

Jika ilmu tanpa disertai ketakwaan adalah mulia

Maka, makhluk Allah yang paling mulia adalah iblis.[3]

Sufyan ibn ’Uyaynah berkata, ”Siapa yang mengamalka ilmu yang diketahuinya, maka ia adalah orang yang paling pandai. Dan siapa yang tidak mengamalkan ilmunya, maka ia adalah orang yang paling bodoh.”



[1] Dari Katsir ibn Malik r.a., Sunan al-Tirmidzi, no.2645. Al-Tirmidzi berkata, “Hadist ini hasan dan saya hanya mengetahui hadist ini dari riwayat ini.”

[2] Q.S al-Syu’ara[26]: 227

[3] Alasannya karena iblis adalah makhluk yang benar-benar memiliki ilmu. Dengan ilmunya, ia berani mendebat Allah Swt. ia mengatakan,”Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah,” (al-A’raf [7]: 12). Jika melihat kontek pembicaraanya, perkataan iblis ini menunjukkan bahwa ia memiliki ilmu yang dalam. Hanya saja, ilmu iblis itu tercampur dengan logika dan prasangka. Dengan demikian, ilmu-ilmu iblis—semoga Allah melaknatnya—adalah prasangka dan filsafat. Namun, ilmu tersebut tidak ada gunanya karena telah dinodai kesombongan dan kedengkian. Wa allahu ’Allam

ILMU

ILMU

Rasulullah saw. bersabda, “Siapa dikehendaki Allah menjadi orang baik, maka ia akan dikarunia pemahaman tentang agama.”[1]

Kisah

Dalam suatu riwayat disebutkan penduduk Bashrah bersilang pendapat satu sama lain. Sebagian menyatakan, ilmu lebih utama dari pada harta. Sebagian lainnya menegaskan, harta lebih utama daripada ilmu. Lalu, mereka mengutus seseorang kepada ibn ‘Abbas untuk mengkonfirmasi masalah ini. Ilmu lebih utama dari harta, demikian jawaban ibn ‘Abbas. Utusan itu bertanya, “Jika mereka menanyakan kepada tentang dalilnya, apa yang harus saya katakana?” Ibn ‘Abbas menjawab, “ Katakan kepada mereka bahwa ilmu adalah peninggalan para nabi, sedangkan harta adalah peninggalan para raja Firaun. Alasan lainnya, karena ilmu dapat menjagamu, sementara harta harus selalu kamu jaga. Allah hanya memberi ilmu kepada orang yang dicintai-Nya, sementara harta diberikan kepada orang yang dicintai dan orang yang tidak dicintai, bahkan orang yang tidak dicintai sering kali diberikan banyak harta. Tidaklah kamu memperhatikan firman Allah Swt., ’Dan, sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah loteng-loteng (perak) bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya’.[2] Disamping itu ilmu tidak akan berkurang jika disebarkan, sementara harta bisa habis bila dibagi-bagikan. Orang yang mempunyai harta akan ditanya tentang setiap dirham yang dimilikinya. Darimanakah harta itu didapatkan? Dan, diinfakkan kemana harta itu? Sementara, orang yang memiliki ilmu akan dinaikkan derajatnya di surga dengan setiap dakwah yang dilakukannya.”

Dalam bait syair disebutkan:

Belajarlah, karena ilmu itu hiasan bagi pemiliknya

Ilmu adalah keutamaan dan tanda orang yang terpuji

Hendaklah kamu menjadi orang yang menggali ilmu setiap hari

Dan selamilah lautan faedah

Perdalamlah ilmu fikih, karerena fikih adalah sebak-baiknya penuntun

Menuju kebaikan dan ketakwaan, serta hilang rasa malas

Ilmu fikih adalah ilmu yang menunjukkan pada sunnah-sunnah petunjuk

Ilmu itu benteng yang dapat menyelamatkan dari segala musibah

Satu orang ahli fikih yang warak

Adalah lebih berat bagi setan daripada seribu ahli ibadah.

Wahb ibn Munabbih, ”Nabi Dawud a.s. menekuni ibadah dan meninggalkan manusia. Kemudian, Allah Swt. Mewahyukan kepadanya, ’Hai Dawud, keluarlah kepada manusia dan ajarkanlah ilmu kepada mereka karena ilmu lebih utama dari dunia dan seisinya.”

Allah Swt. Memberikan ilmu kepada Muhammad saw., dan Allah juga memerintahkan beliau mencari ilmu tambahan. Allah Swt. Berfirman, ”Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”[3] kemudian Allah Swt. menganugerahkan ilmu tersebut kepada Nabi Muhammad saw. Allah Swt. Berfirman, ”Dan Allah telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.”[4] Seandainya ilmu bukan yang merupakan hal yang paling utama, maka Allah tidak akan memberikan ilmu kepada Nabi Muhammad saw. Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya, ”Allah menganugrahkan hikmah (pemahaman yang dalam tentang Alquran dan sunah) kepada siapa yang ia kehendaki. Dan, siapa yang dianugrahkan hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi dikarunnia yang banyak. Dan, hanya orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”[5]

Kerena itu, orang yang berakal sudah sepantasnya mencari ilmu. Meskipun terasa berat tantangannya untuk meraih ilmu, demi kemuliaan dunia dan akhirat, seberat apapun tantangannya harus mampu ia lewati. Dalam syair disebutkan:

Saya berharap menjadi ahli agama yang pandai berdebat

Tanpa belajar dengan susah payah, dan mampu menguasai berbagai disiplin ilmu

Jika mencari harta tanpa kesusahan adalah mustahil

Maka, bagaimana mungkin ilmu diraih tanpa susah payah

Abu al-Aswad al-Dayli[6] berkata, ”Tidak ada sesuatu yang lebih mulia dari pada ilmu. Para raja adalah hakim terhadap manusia, sementara para ulama adalah hakim terhadap para raja.”

Al-Hasan al-Basri berkata, “Sesungguhnya ilmu dan adab dapat menambahkan kemuliaan orang yang mulia dan dapat mengangkat derajat budak sejajar dengan para raja.”

Ibn al-Mubarak pernah ditanya, “Jika Allah mewahyukan kepadamu bahwa kamu adalah orang yang akan mengalami kesusahan hidup, maka apa yang akan kamu lakukan?” Ia menjawab, “Saya akan mencari ilmu. Wahai saudaraku, orang yang ingin hidup mulia didunia dan akhirat, maka hendaklah ia tidak malas mencari ilmu. Orang yang malas mencari ilmu tidak akan pernah meraih keinginannya.” Dalam syair disebutkan:

Senandainya ilmu dapat diraih dengan angan-angan semata

Maka, tidak akan ada orang bodoh di bumi ini

Bersungguh-sungguhlah dalam mencari ilmu, jangan malas dan jangan menjadi orang bodoh

Penyesalan yang dalam hanya akan dialam oleh orang yang malas mencari ilmu

Ahli hikmah menyatakan bahwa ilmu itu terdiri dari tiga huruf: ’Ain, Lam, dan Mim. Derivasi huruf ’Ain berasal dari kata ’Illiyin (tempat yang mulia); huruf Lam dari al-Luthf (kasih sayang); dan huruf Mim dari al-Mulk (kerajaan). Huruf ’Ain akan menarik pemiliknya ketempat mulia; huruf Lam akan menjadikan pemiliknya mendapat kasih sayang didunia dan akhirat; dan huruf Mim akan membuat pemiliknya menjadi penguasa. Alllah Swt. akan memberikan kepada orang alim kemulian yang menjadi berkah dari huruf ’Ain ; memberikan kasih sayang sebagai berkah dari huruf Lam; dan memberikan mahabbah sebagai berkah huruf Mim. Dalam syair disebutkan:

Hidupnya hati itu dengan ilmu, kerena itu perhatikanlah ilmu

Matinya hati itu dengan kebodohan, karena itu jauhhilah kebodohan

Sebaik-baiknya bekal adalah takwa, karena itu perbanyaklah bekal takwa

Hanya ini nasihatku kepadamu, camkanlah nasihat itu

Al-Faqih berkata, ”Orang yang berteman dengan orang alim, namun ia tidak dapat menghapal ilmu, maka ia mendapat tujuh kemuliaan. Pertama, ia mendapatkan keutamaan orang-orang yang belajar. Kedua, selama ia bergaul dengan orang alim, maka ia akan terhindar dari kezaliman dan kerusakan. Ketiga, jika ia keluar dari suatu tempat, maka ia akan diliputi oleh rahmat Allah. Keempat, jika ia duduk disamping oranga-orang alim, maka rahmat akan turun kepada mereka dan ia akan mendapat berkah dari orang-orang alim. Kelima, selagi ia tetap mendengarkan ilmu, maka akan dicatatkan kebaikan-kebaikan untuknya. Keenam, para malaikat akan menaungi orang-orang alim dengan sayap-sayapnya, karena ia ridha kepada mereka, sementara ia berada bersama orang-orang alim. Ketujuh, setiap kali ia mengangkat dan meletakkan kaki, maka derap langkahnya akan menjadi penebus dosa-dosa dan pengangkat derajat”

Jika orang yang berilmu merasa mulia dengan ilmunya

Maka, ilmu fikih adalah ilmu yang paling utama

Betapa banyak aroma wangi yang merabak, namun tidak seharum misik

Betapa banyak burung yang terbang, namu tidak seperti burung elang.

Sebuah riwayat mengungkapkan bahwa majelis ilmu dapat memperkuat agama dan menghiasi badan. Sementara, majelis orang-orang bodoh dapat melukai badan dan meruntuhkan agama.

Para ulama adalah cahaya disepanjang zaman. Setiap orang alim dapat menjadi pelita zamannya. Karena itu, hendaklah orang yang hidup sezaman dengan orang alim dapat mengambil cahaya dari pelita itu.

Dalam sebuah syair disebutkan:

Ada tiga sumber cahaya di langit yang dapat memberi penerangan

Dan dalam lubuk hati yang paling dalam, ada juga sumber cahaya

Sumber cahaya pertama adalah bulan, kedua bintang-bintang

Dan ketiga, matahari yang senantiasa bercahaya

Ilmuku adalah bintang-bintang yang gemerlapan dalam hatiku, akal adalah rembulannya

Dan mengenal Allah adalah bagaikan matahari yang selalu bersinar

’Ali ibn Abu Thalib r.a. berkata, ”Orang alim lebih utama daripada orang yang berpuasa dan berperang dijalan Allah. Orang alim itu seperti pohon kurma yang buahnya selalu dinantikan. Kapan buah kurma itu akan jatuh.

Hai anak muda, pahamilah bahwa dalam pohon itu ada ranting

Tanahmu liat sehingga mudah dibentuk

Cukuplah kemulian dan keagungan bagimu, hai anak muda

Sementara kamu berbicara, para hadirin mendengarkannya dengan tenang

Al-Faqih berkata, ”Janganlah kamu meninggalkan majelis para ulama, karena Allah Swt. tidak menciptakan tempat di muka bumi yang lebih mulia dari pada majelis-majelis para ulama.” Dikatakan, ”Orang yang memiliki ilmu sedikit lalu mengamalkannya, maka ilmu itu bertambah banyak. Sementara, orang bodoh yang banyak beramal maka ilmunya tidak akan bertambah.”

Jika orang yang berilmu mengamalkan ilmunya

Maka, setiap kesusahan akan mudah dihadapannya

Sementara jika seseorang banyak beramal

Namun masih tetap bodoh, maka segala hal menjadi susah baginya.



[1] Al-Bukhori, Shahih al-Bukhori, 1/27 Fath al-Bari; Muslim, Shahih Muslim, kitab al-Zakah, no 98.

[2] Al-Zukhruf [43]: 33.

[3] Thaha [20]: 114.

[4] An-Nisa [4]: 113.

[5] Al-Baqarah [2]: 269.

[6] Sebenarnya dia adalah Abu al-Aswad al-duali, seorang ahli nahwu dan pakar bahasa.

Kalimat Tauhid

Kalimat Tauhid

Rasulullah saw. bersabda, “Siapa bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak di sembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengaharamkan neraka baginya.”[1]

Abu Muhammad ibn Ibrahim al-Wasithi menuturkan, “Seorang berdiri di padang ‘Arafah. Lalu, ia bertawaf dengan menggenggam tujuh batu. Ia berseru, ‘Hai batu-batu, saksikanlah bahwa aku telah bersaksi tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.’ Orang itu lalu tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya, ia melihat seakan-akan hari kiamat telah datang dan ia pun dihisab. Ternyata, ia diputuskan dijebloskan ke dalam neraka. Ketika para malaikat menggiringnya ke neraka. Tiba-tiba ia melihat satu batu dari tujuh batu itu yang melingdungi dirinya didepan pintu neraka. Para malaikat penyiksa berkumpul untuk mengangkat batu itu. Anehnya, mereka tidak sanggup menggeser batu itu barang sedikitpun. Orang itu pun dibawa kepintu lainnya. Tiba-tiba ia melihat satu batu dari tujuh batu itu telah menutup pintu neraka. Lagi-lagi, para malaikat tidak mampu mengangkat batu itu. Akhirnya dibawa kepintu yang lainnya hingga pintu yang ketujuh, namun keadaannya pun sama. Disetiap pintu neraka terdapat sebuah batu. Kemudian orang itu dibawa ke ‘Arasy. Allah Swt. berfirman, ‘Hamba-Ku itu telah disaksikan oleh batu-batu. Batu-batu itu tidak menyiakan hakmu. Maka bagaimana mungkin Aku menyiakan hakmu. Aku menjadi saksi atas kesaksian yang telah engkau ucapkan. Karena itu, masukkanlah dia kedalam surga.’ Ketika orang itu telah dekat dengan pintu surga, ternyata pintu-pintu masih terkunci rapat. Tiba-tiba datanglah kesaksian bahwa tidak Tuhan yang patut disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Maka, pintu-pintu surga terbuka dan orang itu pun memasukinya.

Abu ’Abd Allah r.a. berkata, ”La illaha illa Allah Muhammad Rasul Allah terdiri atas 24 huruf. Jika seorang hamba mengucapkan kalimat itu dengan jujur, maka Allah Swt. akan berfirman, ’Aku telah mendatangkan 24 huruf dan Aku telah waktu sehari semalam selama 24 jam. Setiap dosa yang kamu perbuat di jam-jam tersebut, baik dosa kecil maupun dosa besar; dosa yang dilakukan secara terang-terangan maupun senbunyi-sembunyi; kesalahan yang disengaja maupun yang tidak disengaja; dan dosa yang berupa perkataan maupun dosa yang berupa perbuatan; maka Aku akan mengampuni dosamu dengan kemulian kalimat ’La illaha illa Allah Muhammad Rasul Allah.’”

Diriwayatkan dari ’Atha’—semoga Allah merahmatinya—mengenai firman Allah Swt., ”Siapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh balasan yang lebih baik daripadanya.”[2] Yaitu, barang siapa yang mengucapkan ”La illaha illa Allah Muhammad Rasul Allah,” maka baginya pahala surga. Dan, ”Barang siapa membawa kejahatan, maka disungkurkan muka mereka kedalam neraka.[3] Yakni barang siapa berbuat syirik akan dijebloskan kedalam neraka.

Al-Hasa al-Bashri—semoga Allah merahmatinya—meriwayatkan mengenai firman Allah Swt., ”Tidak ada balasan kebaikan keculai kebaikan (pula).”[4] Yakni, tidak ada balasan perkataan ”La illaha illa Allah Muhammad Rasul Allah,” kecuali surga.

Diriwayatkan ketika Allah Swt. Menenggelamkan Firaun dan menyelamatkan Musa, Musa berkata, ”Ya Allah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang akan saya kerjakan sebagai rasa syukur kepada-Mu, karena nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku,” maka, Allah Swt. Berfirman, ”Hai Musa, katakanlah, ’La illaha illa Allah.’” nabi Musa a.s. masih belum puas dengan amalan tesebut dan meminta amalan lainnya. Maka, Allah Swt. berfirman, ”Hai Musa, seandainya kamu meletakkan tujuh langit dan tujuh bumi dalam satu piringan timbangan. Lalu kamu meletakkan kalimat ’La illaha illa Allah’ dalam satu piring timbangan lainnya, maka sungguh piringan timbangan ’La illaha illa Allah’ akan lebih barat.’”

Dikatakan bahwa kalimat ”La illaha illa Allah” adalah kunci pembuka surga. Namun, setiap kunci mesti ada gerigi-geriginya hingga kunci itu bisa digunakan untuk membuka pintu. Diantara gerigi-gerigi itu adalah bersihnya lidah orang yang berzikir dari perkataan dusta dan gibah; sucinya hati orang yang khusyuk dari rasa dengki; sucinya perut dari makanan yang haram dan syubhat; serta sucinya anggota tubuh yang sibuk mengabdi kepada Allah dari perbuatan maksiat.



[1] Dari ‘Ubadah ibn al-Shamit r.a., Shahih Muslim, kitab al-Iman, no 47.

[2] Al-Naml [27]: 89.

[3] Al-Naml [27]: 90

[4] Al-Rahman [55]: 60

Allah Tidak Buta

TAZKIRAH

Allah Tidak Buta


Suatu ketika seorang pemuda bergelimang dosa mendatangi Ibrahim bin Adham. “Aku sudah tercebur maksiat cukup dalam. Bagaimana aku berhenti dari perbuatan tercela ini?”

Ibrahim bin adham terdiam sejenak, lalu berucap, “Jika kamu bisa memegang lima hal ini, niscaya kau jauh dari perbuatan maksiat. Pertama, jika kau berbuat maksiat, usahakanlah Allah tak melihat perbuatanmu.”

Orang itu terperangah.

”Lalu, kenapa kau berbuat dosa seakan-akan Allah tidak melihatmu?”

Pemuda itu tertunduk, malu, ”Katakanlah yang kedua!”

”Jika kau masih berbuat maksiat, janganlah lagi kau makan rezeki Allah.”

Kembali pendosa itu kaget, ”Bagaimana mungkin? Bukankah semua rezeki datang dari Allah? Air liur dimulutku ini pun datang dari Allah.”

Ibrahim berkata, “Pantaskah memakan rezeki Allah sedang kita melanggar perintah-Nya dan melakukan larangan-Nya? Ibarat kamu menumpang makan kepada orang, sementara setiap saat kau selalu mengecewakannya dan ia melihat perbuatanmu, masikah kamu punya muka untuk terus makan darinya?’

”Sekarang katakanlah yang ketiga.”

”ketiga, jika kau masih berbuat dosa, janganlah tinggal di bumi Allah.”

Air mata pendosa itu menitik.

”Keempat, jika kau masih berbuat maksiat, dan suatu saat malaikat maut datang mencabut nyawamu sebelum kau bertaubat, tolaklah. Jangan mau nyawamu dicabut.”

”Tak seorang pun mampu menolak datangnya malaikat maut...”

”Jika begitu kenapa kau masih berbuat maksiat? Tidaklah terpikir olehmu, jika suatu saat malaikat maut datang justru saat kau sedang mencuri, menipu, berzina atau melakukan dosa lainnya?”

Pemuda itu tak tahan menahan tangis. ”Lalu apa yang terakhir?”

”Kelima, jika kamu masih ingin berbuat dosa dan malaikat maut sudah mencabut nyawamu justru ketika kau sedang melakukan dosa maka janganlah mau kalau nanti malaikat Malik memasukkanmu kedalam neraka. Mintalah kesempatan hidup sekali lagi!”

”Bagaimana bisa? Bukankah hidup hanya sekali?”

Ibrahim berkata, ”Karena hidup hanya sekali, kenapa kita masih menyia-nyiakan hidup ini denga menumpuk dosa?”

”Cukup! Aku tak sanggup lagi mendengarnya,” ucap pemuda itu seraya menangis meninggalkan Ibrahim bin Adham. Sejak itu ia tidak lagi mendekati maksiat dan orang-orang mengenalnya sebagai seorang yang ahli ibadah.

Rabu, 14 Oktober 2009

Setiap Umat Diutus Rasul

Setiap Umat Diutus Rasul

Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah

Silsilah para Nabi dan Rasul (inet)dakwatuna.com – Di antara bukti keadilan Allah adalah Dia tidak akan mengazab siapa pun sebelum diutus rasul kepada mereka yang menjelaskan kebenaran yang harus mereka ikuti dan kebatilan yang mesti mereka hindari. Oleh karenanya untuk setiap umat telah diutus pemberi peringatan kepada mereka yang menjelaskan ajaran tauhid dan syariat yang diturunkan untuk mereka.

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَسُولٌ فَإِذَا جَاءَ رَسُولُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya. (Yunus: 47)

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa kepada setiap umat telah diutus pemberi peringatan oleh Allah swt. Namun bukan berarti rasul yang diutus harus berada di tengah-tengah mereka selalu, cukup lah informasi kebenaran yang dibawa oleh rasul tersebut sampai kepada mereka dengan benar dan jelas. Hal ini seperti keadaan kita yang hidup di zaman sekarang, di mana Nabi Muhammad saw yang telah wafat 14 abad yang lalu telah diutus kepada seluruh umat manusia sampai hari kiamat dan tidak ada nabi setelah beliau. Meskipun beliau tidak ada bersama kita, namun ajarannya yang sangat jelas serta terpelihara telah sampai kepada kita. Demikianlah makna ayat tersebut. (Lihat Tafsir Mafatihul Ghaib, Fakhruddin Ar-Razi ketika membahas surat Yunus ayat 47)

مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا

Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)

Di dalam syariat Islam, dasar pertanggungjawaban seseorang di hadapan Allah swt adalah pengetahuan atau pemahaman tentang kebenaran. Oleh karena itu, orang-orang yang tidak mengetahui kebenaran karena dakwah tidak sampai kepada mereka, maka tidak ada azab Allah bagi mereka.

تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ (8) قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ (9) وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ (10)

Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” Mereka menjawab: “Benar ada”, Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: “Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar”. Dan mereka berkata: “Sekiranya Kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (Al-Mulk: 8-10)

Ayat di atas menegaskan bahwa penduduk neraka diazab oleh Allah setelah dipastikan bahwa telah datang kepada mereka pemberi peringatan namun mereka mendustakannya. Hal ini lebih menegaskan kembali bahwa tersampaikannya peringatan oleh para Rasul alaihimussalam dan para da’i kepada seseorang atau suatu umat adalah syarat pertanggungjawaban dan hisab di sisi Allah swt. Oleh karena itu ada dua hal penting yang harus menjadi perhatian kita bersama:

Pertama, menjadi kewajiban para da’i untuk menyampaikan dakwah seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga tidak ada lagi komponen masyarakat yang tidak mendapat informasi yang benar tentang Islam. Apabila jumlah da’i belum memenuhi kebutuhan penyebaran dakwah di masyarakat, maka kewajiban dakwah meluas kepada yang lain yang belum terlibat dalam dakwah. Oleh karena itu dapat kita pahami betapa besar pahala dan kebaikan yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada siapa saja yang menjelaskan dakwah islamiyah ini kepada orang lain sebagaimana sabda Rasulullah saw:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ (رواه الترمذي عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ)

Sesungguhnya Allah swt para malaikat-Nya, para penghuni langit dan bumi hingga semut-semut di sarangnya juga ikan di lautan pasti mendoakan para pengajar kebaikan untuk orang lain. (Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahili)

Sebaliknya, kita juga memahami betapa besar dosa dan murka Allah bagi siapa saja yang menyembunyikan atau menyelewengkan informasi kebenaran yang sangat dibutuhkan oleh manusia yang telah dibawa oleh para nabi dan rasul alaihimussalam:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela’nati. Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 159-160)

Kedua, menjadi kewajiban setiap orang untuk berusaha semaksimal kemampuannya dalam mencari informasi serta pengetahuan tentang kebenaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Orang yang memiliki kesempatan untuk belajar dan mengetahui kebenaran tetapi ia tidak mau menggunakan kesempatan nya itu, maka tidak akan diterima alasan ketidaktahuan nya itu dan ia tetap akan dihisab oleh Allah swt. Alasan tidak tahu kebenaran baru diterima jika ia telah berusaha sebaik mungkin namun ia tidak berhasil mendapatkannya. Akan tetapi janji Allah kepada mereka yang berusaha sungguh-sungguh adalah hasil yang manis:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Al-’Ankabut: 69)

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al-Isra: 36)

Benar, karena pendengaran dan penglihatan adalah sarana yang telah Allah berikan kepada manusia untuk belajar, sedangkan hati dan akal adalah tempat memutuskan apakah kita mau menerima kebenaran yang telah kita ketahui atau tidak. Apapun pilihan kita, ada tanggung jawab yang harus kita persiapkan di hadapan keadilan Allah swt kelak di hari akhir. Wallahu a’lam.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...