Cari Blog Ini

Rabu, 11 Juli 2012

Teladan dari Shahabiyah dan Tabi’iyah (bagian ke-2): Teladan Dalam Ibadah


2. Teladan Dalam Ibadah a. Hafshah binti Umar bin Khattab. Perempuan ahli ibadah dan suka berpuasa demi mendapatkan ridha Allah. Dari Anas RA berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jibril berkata, wahai Muhammad, rujuklah kepada Hafshah, karena sesungguhnya dia perempuan yang ahli puasa dan ahli ibadah.” Nafi Ibnu Umar berkata: Hafshah meninggal sebelum sempat berbuka puasa. Tahajud Hafshah menjadi sebab langgengnya sebagai istri Rasulullah saw, di dunia dan di akhirat. Bagaimana tidak, dia adalah putri dari seorang ayah yang taat beribadah juga. b. Zainab binti Jahsy Dikenal sebagai perempuan ahli ibadah, suka berpuasa, berbakti dan rajin bersedekah. Dari Anas bin Malik, “suatu ketika Rasulullah saw memasuki masjid yang di dalamnya ada tali yang diikat pada dua tiang. Kemudian Rasul berkata, untuk apa tali ini, dijawab tali tersebut milik Zaenab, jika dia sudah tidak kuat berdiri maka akan bergelantungan pada tali, kemudian Rasulullah saw bersabda: Tidak, lepaskan tali itu, kalian harus semangat dalam beribadah, Jika merasa lelah dan capek, maka lakukanlah sambil duduk. Zainab adalah satu-satunya wanita yang mengungguli Aisyah dalam hal kedudukannya di sisi Rasulullah. Dan satu-satunya wanita yang dinikahi Rasulullah langsung atas perintah Allah. Setelah pernikahannya dengan Rasulullah, Zainab membanggakan diri di hadapan istri-istri yang lain dengan mengatakan: Kalian dinikahkan dengan Rasulullah oleh orang tua kalian, sementara aku dinikahinya atas perintah Allah langsung dari atas tujuh langit (HR. Bukhari). c. Ummu Hudhail, Hafshah binti Sirin Setiap malam ia menyalakan lampu mushalla, kemudian melakukan ibadah sampai fajar menyingsing. Ia berada di mushalla untuk beribadah selama 30 tahun, dan tidak pernah keluar kecuali untuk buang hajat. Ia memasuki Mihrab untuk shalat Zhuhur, ashar, magrib, isya dan subuh dengan sekali wudhu. Pada waktu Zhuhur ia tidak keluar dari mihrabnya kecuali setelah matahari bergerak naik. Ummu Hudzail berkata: Wahai para pemuda, giatlah beribadah selagi masih muda, Demi Allah, aku tidak merasakan ibadah yang lebih baik kecuali selagi masih muda. Ia telah hafal Qur’an pada usia 12 tahun. Karena kemahirannya dalam bidang Al Qur’an, setiap kali Ibnu Sirin melakukan kejanggalan dalam bacaan Al-Qur’an atau tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, ummu Hudzail berkata:” pergilah kepada Hafshah tanyakan kepadanya bagaimana bacaan yang benar dan dengarkan bagaimana ia membaca. Putranya bernama Hudzail. Ketika musim panas, ia mencari kayu dan batang pohon, kemudian ia memecah-mecahnya menjadi potongan-potongan kayu bakar. Ketika musim dingin tiba, ibunya kedinginan dalam mushalla, ia membuat perapian di dalam ember dan diletakkan di belakang ibunya, agar tidak kedinginan, ia jaga agar ibunya tidak terganggu khusu’nya karena terkena asap. d. Ummu Darda Ash-Shughra Nama lengkapnya Juhaimah binti Huyay al awshabiyah, namun lebih dikenal dengan sebutan ummu Darda Ash Shughra. Seorang wanita yang sangat santun, sehingga saat menceritakan perkataan suaminya, ia berkata: “Tuanku berkata kepadaku, yang dia maksud adalah Abu darda suaminya. Dari Yunus Ibnu Maisharah, “Suatu ketika kami mendatangi ummu Darda, ketika itu ada beberapa wanita di sisinya, Mereka semua adalah wanita yang menghabiskan malam-malamnya untuk bertahajud, sehingga kakinya sampai bengkak. Ummu Darda berkata kepada Abu Darda suaminya: “Wahai Abu Darda, sesungguhnya engkau meminangku kepada kedua orang tuaku di dunia, maka mereka menikahkan aku denganmu. Dan sekarang aku akan meminangkan diriku denganmu di akhirat. Abu Darda menjawab. Jika memang demikian, jangan menikah sepeninggalku. e. Munifah binti Abi Thariq Tinggal di Bharain dan setiap kali gelap malam menyelimuti bumi, ia berkata: “Wahai jiwaku, kegembiraan orang beriman telah datang. Kemudian ia masuk ke dalam mihrabnya dan berdiri beribadah bagikan batang pohon yang tegak berdiri sampai fajar tiba. Dari Ummu Umar binti Mulaik, “Suatu ketika aku menginap di rumah Munifah, dan aku dengar dia mengulang-ulang bacaan al Qur’an terus menerus, sampai kemudian ia menangis.” Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/20000/teladan-dari-shahabiyah-dan-tabiiyah-bagian-ke-1-teladan-dalam-ibadah/#ixzz20Igo7TIQ

Teladan dari Shahabiyah dan Tabi’iyah (bagian ke-1): Teladan Dalam Intelektualitas

dakwatuna.com - Salah satu metode yang efektif dalam dunia pendidikan Islam adalah dengan memberikan teladan atau contoh. Di dalam ilmu psikologi di kenal dengan istilah modelling. Rasulullah saw di utus oleh Allah juga salah satunya agar bisa dijadikan contoh/teladan bagi umat manusia. Hal ini tertuang di dalam surat al Ahzab 21 “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah saw suri teladan yang baik bagi orang-orang yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya” Teladan utama kita adalah Rasulullah saw. Pada sisi lain, Rasulullah saw juga menyatakan bahwa kita diperintahkan untuk mencontoh para sahabat, sebagai generasi /kurun yang terbaik. Firman Allah swt surat Ali Imran 110 “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan kepada manusia. Menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…” Pada hakikatnya, contoh /teladan kebaikan bisa datang dari siapa saja, sepanjang kebaikan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Allah dan RasulNya. Dari sini kita dapat memahami bahwa orang-orang shaleh salihah dari generasi setelah shahabat dan seterusnya dapat kita jadikan contoh/teladan sepanjang tetap berpegang teguh pada dienuLLAH. 1. Teladan dalam Intelektualitas a. Aisyah binti Abu Bakar ashidiq (shahabiyah) Aisyah adalah belahan jiwa Rasulullah saw di dunia dan di akhirat. Beliau, adalah sosok ahli fiqih yang taat pada Rabbnya. Pada saat Rasulullah saw meninggal dunia, usia Aisyah baru menginjak 19 tahun setelah sembilan tahun hidup bersama Rasulullah saw. Namun demikian, Aisyah telah memenuhi seluruh penjuru dunia dengan ilmu. Dalam hal periwayatan hadits, beliau adalah tokoh yang sulit di cari bandingannya. Ia lebih memahami hadits, dibanding istri-istri Rasul yang lain. Dalam masalah jumlah hadits yang diriwayatkannya, tidak ada yang menandingi, selain Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar. Ad-Dhahabi berkomentar dalam kitab as Sair jilid II, halaman 240, “Saya tidak pernah melihat pada umat Muhammad saw, bahkan wanita secara keseluruhan, ada seorang wanita yang lebih alim dari Aisyah RA.” Dalam beberapa kasus, Aisyah mengoreksi pemahaman para sahabat dan menjadi rujukan dalam memahami praktek Rasulullah saw Di dalam al –Mustadrak, az-Zuhri berkomentar: “seandainya ilmu semua manusia dan ilmu istri-istri nabi digabungkan, niscaya ilmu Aisyah lebih luas dari ilmu mereka. Menurut Adz-Dzahabi, musnah Aisyah mencapai 2210 hadits. Imam Bukhari dan Imam Muslim sepakat atas riwayat Aisyah sebanyak 140 hadits. Secara individu Bukhari meriwayatkan 54 hadits Aisyah, dan Muslim meriwayatkan 69 hadits. Hakim Abu abdillah berkata: “Aisyah RA, membawa ¼ syariah Islam. Urwah Ibnu Zubair berkata: Saya tidak melihat seorang pun yang lebih pandai dalam masalah ilmu fiqih, kedokteran, dan sastra selain Aisyah RA. Demikianlah keluasan ilmu Aisyah RA. Para wanita mukminah di masa sekarang ini, khususnya para aktivis dakwah sudah semestinya meneladani beliau RA dalam hal keluasan ilmunya. Ya Alim, rabbi zidni ilmaa. b. Amrah binti Abdurrahman (Tabiin Anshar) Dia adalah murid Aisyah RA seorang wanita yang alim, ahli fiqih, luas ilmu dan wawasannya. Ia meriwayatkan hadits dari Aisyah, ummu Salamah dan Rafi Ibnu Khudaij serta ummu Hisyam binti Haritsah. Beberapa orang meriwayatkan hadits dari Amrah, antara lain : Abu Rijal Muhammad Ibnu Abdurrahman , Haritsah, Malik, Abu Bakar Ibnu Hazm, dan kedua anak beliau, yaitu Abdullah dan Muhammad , serta Az – Zuhri. Umar bin Abdul Aziz berkata: “Tidak ada seorang pun yang memahami hadits-hadits Asiyah RA, selain Amrah. Ibnu Hibban menyebutkan: Ia adalah sosok wanita yang paling mengerti hadits-hadits Aisyah RA. c. Hafshah binti Sirin Ummu Hudzail. Seorang ahli fiqih dari golongan Anshar, pemuka wanita para tabiin, dikenal sebagai ahli ibadah, fiqih, qiraat dan hadits. Hafshah meriwayatkan hadits dari Ummu Athiyah dan Ummu Raih dan budaknya Anas Ibnu Malik dan Abu Aliyah. Saudara laki-lakinya , Ahmad, Qatadah, Ayyub, Kalid al Hadza, Ibnu Aun dan Hisyam Ibnu Hasan meriwayatkan hadits dari Hafshah. Ia telah mampu membaca Al-Qur’an pada usia 12 tahun. Hidup selama 70 tahun dan menasihati para pemuda untuk melakukan kebajikan. Salah satu yang diucapkannya adalah: Wahai para pemuda, galilah potensi pada waktu kalian masih muda belia. Dan aku melihat masa muda sebagai periode beramal dan bekerja. Inilah sosok Hafshah, tinggal di rumahnya selama 30 tahun dan tidak keluar dari tempat shalatnya kecuali untuk tidur siang dan keperluan penting. Ia meninggal dunia dan usianya lebih dari 100 tahun. d. Muadzah al Adawiyah. Di kenal sebagai ahli balaghah, fasih tutur katanya, gemar menuntut ilmu-ilmu agama, dan meriwayatkan hadits. Adz-Dzahabi menjulukinya Sayyidah Al Alimah (pemuka orang-orang alim). Ia meriwayatkan hadits dari Ali, Aisyah dan Hisyam Ibnu Amir. Nama-nama yang meriwayatkan hadits darinya adalah Abu Qilabah, Yazid Ibnu Rasyak, Ashim Ibnu Ahwal, Ayyub as-Sikhtiyani. Ia pernah berkata kepada seorang wanita dewasa yang pernah disusuinya: “Wahai anakku, jadilah orang yang takut dan berharap ketika bertemu Allah, karena Aku melihat orang yang selalu berharap kepada Allah akan dipenuhi kebaikan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Dan aku melihat, orang yang takut kepada Allah berharap akan bertemu dengan Tuhan saat manusia dibangkitkan. Kemudian ia menangis, e. Fatimah binti as Samarqandi Imam Abu Bakar as-Samarqandi mengajarkan ilmu agama kepada Abu Bakar al Kasyiani. Kemudian sang guru menikahkannya dengan putrinya yang ahli ilmu fiqih. Disebutkan bahwa alasan ia dinikahkan dengan putrinya adalah bahwasanya putrinya adalah seorang yang cantik jelita Ia telah hafal kitab At –Tuhfah karangan ayahnya. Banyak raja –raja Romawi yang ingin meminangnya, tetapi ayahnya menolaknya. Mahar untuk pernikahannya adalah syarah dari kitab At-tuhfah, karangan Abu Bakar al Kasyaini, yang diberi judul Al Badaai’. f. Lathifah, Ibunda Imam Syafii. As-Subki berkata: Ibunda Imam Syafi’i adalah wanita ahli ibadah yang sangat jenius. Pernah suatu kali ketika dia diminta menjadi saksi pengadilan bersama Ummu Basyar al Marisi. Ketika hakim ingin menanyai secara terpisah, ia berkata: wahai Hakim, engkau tidak berhak melakukan hal itu, karena Allah swt telah berfirman, “supaya jika seorang lupa, seorang lagi dapat mengingatkannya “ Halim kemudian tidak jadi menanyainya secara terpisah. As- Subki kemudian memberikan komentarnya atas kisah tersebut: Sebuah ide yang brilian, kuat dan alternatif baru dalam penafsiran. g. Nafisah binti Hasan Ibnu Zaid, putra cucu nabi. Seorang penghafal Al Qur’an, sekaligus menguasai tafsir dan hadits. Ibnu Khalkan menyebutkan bahwasanya ketika Imam Syafii wafat, jenazahnya dihadirkan kepadanya dan menyolatkan jenazahnya di rumahnya. Iiam Az Dzahabi berkata: Kami tidak banyak mendengar tentang kisah-kisahnya. Dia berkata: “Karena kebodohan orang-orang Mesir dan kepercayaannya yang melampaui batas, meski telah ada larangan yang mendekati syirik, mereka bersujud dan meminta ampunan darinya”. Ibnu Katsir berkata: Hingga saat ini, masyarakat awam keterlaluan dalam hal kepercayaan kepadanya, juga tentang hallain, Apalagi masyarakat Mesir suka melontarkan ungkapan-ungkapan tidak benar dan sembrono yang bisa mengantarkan pada kekufuran dan kesyirikan. h. Karimah binti Ahmad. Beliau diibaratkan sebagai tiang tengah penyangga hadits-hadits nabi. Keluasan ilmu dan penguasaannya terhadap hadits tidak diragukan lagi, sehingga para ulam besar rela berdesak-desakkan untuk menghadiri majelisnya, demi mendengarkan untaian-untaian haditsnya. Para ulama mengakui keutamaan dan keteladanannya sebagai orang yang pertama kali mengajarkan kitab shahih Bukhari secara utuh, tuntas dan menyeluruh. Sehingga abu Dzar, seorang ulama hadits dari kota Harrah, berwasiat kepada murid-murid agar tidak belajar kitab Shahih Bukhari kecuali kepadanya. Di antara para imam yang belajar shahih Bukhari kepadanya adalah Hafizd Abu Bakar Al-Khatib dan Abu Thalib al Husain Ibnu Muhammad Zainabi. Dalam kitab al-siyar, Ad Dzahabi menggambarkan karakternya sebagai berikut: Wanita agung, ahli ilmu dan mempunyai sanad hadits yang derajatnya tinggi… Mempelajari shahih Bukhari dari jalur Abu Haitsam al Kusymihani, Dzahir Ibnu Ahmad as –Sarkhasi dan Abdullah Ibnu Yusuf Ibnu Bamuwaih As-Ashbahani. Tingkat pemahaman dan pengetahuannya di atas rata-rata semakin kuat dipadu dengan kebaikan pekerti dan ketekunannya beribadah. Imam Abu Ghanaim berkata: Suatu kali Karimah menyodorkan redaksi Shahih Bukhari kepadaku, dan aku menyalinnya sesuai dengan redaksinya. Ketika menyelesaikan tujuh bundel, aku membacanya di hadapannya. Selanjutnya aku bermaksud menyalinnya sendiri tanpa harus membaca di hadapannya. Dan ketika aku utarakan keinginanku kepadanya, ia menjawab “Tidak bisa, kamu harus memeriksakannya kepadaku. Lalu aku selalu memberikan salinanku kepadanya. – Bersambung (hdn) Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/19941/teladan-dari-shahabiyah-dan-tabiiyah-bagian-ke-1/#ixzz20IebUMxG

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...