Cari Blog Ini

Minggu, 04 November 2012

Generasi Platinum, Bukan Alumunium

Halo generasi muda yang makin bikin gemes aja nih! Yup! Generasi muda, kini semakin giat mengukir prestasi yang gemilang. Kita bisa lihat dari pencapaian-pencapaian luar biasa yang sudah berhasil mereka gapai, mulai dari prestasi di dalam negeri sampai mancanegara. Tidak hanya pada bidang akademik saja, generasi muda bahkan dapat menunjukkan dirinya sebagai sekelompok orang yang dapat menaati aturan agama dengan baik, taat syariat, patuh kepada orang tua, dan seabrek lagi perilaku membanggakan dari generasi muda. Namun, bagai kota Jakarta, ternyata generasi muda muslim kini memiliki dua wajah yang berkontras tajam. Di satu sisi, pemuda adalah makhluk sosial yang paling dibanggakan, namun di sisi lain, generasi muda muslim memiliki wajah yang sangat suram. Hal ini terbukti dari maraknya narkoba, mabuk-mabukan (maksudnya mabuk beneran tentu), geng motor, tawuran, sampai free sex di kalangan remaja. Bahkan, saat ini, bagian wajah inilah yang masih mendominasi, terbukti dari lebih sering muncul berita yang miris tentang generasi muda ketimbang berita yang membanggakan dan mengharumkan. Alert! Antara kita dan Sumpah Pemuda Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Sebentar lagi kita sampai pada tanggal 28 Oktober yang merupakan peringatan Sumpah Pemuda. Tahu Sumpah Pemuda, kan? Nggak tahu? Kalian emang pinter deh… Sumpah Pemuda merupakan sumpah setia hasil rumusan Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia atau dikenal dengan Kongres Pemuda II, dibacakan pada 28 Oktober 1928. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai “Hari Sumpah Pemuda”. Kira-kira begitu deh penjelasan singkatnya. Buletin gaulislam merasa nggak perlu menjelaskan panjang-lebar, karena gaulislam nggak mau jadi saingan guru sejarah kalian. Hahay… Emang ada apa dengan Sumpah Pemuda? Ngurus amat sih gue? Mungkin sebagian dari kalian akan menanyakan dua kalimat ini. Memang, hal ini terdengar dan tampak sepele. Tapi, Sumpah Pemuda ternyata harus diwaspadai, lho! Bro en Sis, Sumpah Pemuda memang terdengar biasa dan sederhana, namun di balik itu semua, sebenarnya kita sebagai umat Islam secara perlahan-lahan sedang dikaburkan dari ajaran kita yang mulia! Kok bisa? Ya iyalah, kita semua tahu, yang namanya Sumpah Pemuda itu tidak lain dan tidak bukan diciptakan untuk menciptakan dan mengokohkan rasa nasionalisme di kalangan generasi muda Indonesia. Padahal, nasionalisme itu sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Yup, kita selalu diajarkan untuk terus menjaga keutuhan, kesatuan, keselamatan, dan keamanan nasional, namun di balik itu kita lupa untuk memikirkan saudara kita di tempat lain! Ya, kita kini hanya memikirkan saudara kita yang ada di Indonesia saja. Padahal, sudah jelas sekali dalam al-Quran dan ajaran Islam, begitu banyak perintah untuk peduli pada saudara seiman, saudara semuslim, untuk saling menjaga, saling membantu, dan saling peduli. Sudah jelas sekali saudara-saudara kita yang berada di Palestina, Afghanistan, Iraq, Filipina, dan sederet negara Islam lainnya yang terintimidasi, lebih membutuhkan kita. Namun, karena kita hanya diajarkan untuk mencintai negeri kita saja, kita pun melupakan saudara-saudara kita. Ckckck…*sambil geleng-geleng kepala. Kalian nggak nyangka, kan? Nasionalisme itu ternyata telah melenakan kita, membuat kita lupa akan kewajiban untuk saling menjaga saudara sesama muslim kita. Tidak seperti paham nasionalisme yang mengesampingkan perasaan kebersamaan, Islam justru mengajarkan untuk tetap peduli pada saudara sesama pemeluknya. Bahkan, Islam juga mengajarkan untuk selalu berbuat baik kepada orang yang berbeda agama dengan kita. Subhanallah… Coba kalian cari, paham mana yang mengajarkan kasih sayang dan kepedulian kepada sesama pemeluknya secara universal? Nggak bakal ketemu! Sumpah (tapi nggak pake serapah) Pemuda yang keren itu bukan yang teguh pada nasionalisme. Bukan para pemuda yang menjunjung merah putih dan burung garuda di atas segalanya. Kebalikannya, mereka para pemuda yang buta karena tidak bisa melihat paham yang baik dan paham yang buruk. Nasionalisme itu buruk Bro, dan bisa membahayakan kita sehingga berpotensi merugi di akhirat kelak. Naudzubillah min dzalik! Syaikh Safiyurrahman al Mubarakfuri dalam kitab al-Ahzab as-Siyasiyyah fil Islam mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda (yang artinya): “Barangsiapa berjuang di bawah bendera kefanatikan, bermusuhan karena kesukuan dan menyeru kepada kesukuan, serta tolong menolong atas dasar kesukuan maka bila dia terbunuh dan mati, matinya seperti jahiliyah.” (HR Muslim) Maka apa yang harus kita jadikan pegangan dan bisa mengantarkan kebahagiaan di akhirat? Cuma Islam, Bro en Sis! Allah Swt. berfirman:”Berpegang teguhlah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai. Ingatlah akan nikmat Allah ketika kalian dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan hingga Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian, karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian agar kalian mendapat petunjuk. (QS Ali Imrân [3]: 103) Yups, that’s Islam! Tidak ada ajaran yang mengagungkan berbudi luhur untuk diamalkan selain Islam. Memang, siapa sih yang memperjuangkan Indonesia ini menuju kemerdekaan? Kalian pikir para nasionalis itu, ya? Bro en Sis, hanya Islam-lah yang memberikan posisi yang mulia bagi pejuang yang mati di jalan Allah Swt, sehingga pertempuran yang mereka buat adalah perlawanan gigih, berani, dan berani mati melawan para penjajah yang emang kafir. Ummat Islam tidak perlu takut mati, karena siapapun yang syahid di jalan-Nya pasti akan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Sebab, mereka berjuang untuk Islam. Maaf, jangan sebut ini terorisme. Siapapun yang menganggap ini terorisme, maka Indonesia patut berterima kasih pada para teroris yang merupakan pahlawan nasional mereka sendiri. *jangan bengong, baca kembali paragraf di atas hehehe… Pemuda Islam bukan jenis ‘alumunium’ Bro en Sis, pembaca setia gaulislam. Sebagai para pemuda yang sejak dilahirkan sudah menjadi seorang muslim, maka kita memiliki kewajiban dan tanggung jawa besar dalam mempelajari ajaran kita yang mulia ini. Menjadi pemuda yang keren itu bukan bangga dengan nasionalisme, namun berbangga dengan Islam. Sebab, besok di akhirat, kita nantinya akan ditanya apakah kita beragama Islam atau bukan, dan itulah peluang yang akan menyelamatkan kita dari panasnya api neraka. Allah Swt. pun telah memperingatkan kita untuk selalu berteguh pada Islam dalam firmanNya yang sering kita dengar saat khutbah Jumat, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imran [3]: 102) Sudah menjadi kewajiban kita untuk terus mempelajari tentang agama kita ini. Kita tidak bisa mengandalkan pelajaran agama di sekolah, karena pemerintah hanya memberi sedikit sekali jam pelajaran agama dalam seminggu. Kita harus belajar lebih banyak secara mandiri. Sering-seringlah membaca tentang ajaran-ajaran Islam, mendalami al-Quran beserta tafsirnya, meluangkan waktu untuk mempelajari isi dari hadist-hadist Rasulullah, dan mengikuti kajian-kajian Islam. Memang, pembahasan tentang agama tergolong tema yang di-‘anti’-kan oleh para remaja. Setiap pembahasan tentang agama selalu dinilai menghakimi bin menggurui. Bro en Sis, segala sesuatu yang belum kita kenal dan suka, mungkin saja ada yang rasanya pahit saat kita pertama kali merasakannya. Namun, percayalah, hanya dengan cara inilah kita dapat mengerti dan tahu jalan kehidupan yang benar, sehingga kita tidak tersesat dalam menjalani kehidupan ini. Jika kalian sudah terbiasa dengannya, maka mempelajari Islam adalah sesuatu yang mengasyikkan dan seolah tak ada akhirnya. Kita harus berbangga dengan identitas sebagai muslim. Berbanggalah dengan ajaran Islam, karena hanya ajaran inilah yang dapat membuat kita berhasil. Hanya inilah jalan yang benar! Share and retweet Friends, nggak cukup hanya dengan mempelajari Islam, kita juga kudu menyebarkannya. Seperti halnya di Facebook atau Twitter, jika kita mendapati adanya status yang keren bin inspiring, kita pasti segera meng-klik share atau retweet. Begitu juga dengan ilmu Islam ini. Kita wajib membagikan ilmu yang kita dapatkan. Sebarkan terus agar membuatnya semakin berkembang di seluruh penjuru dunia. Jangan berpikir kita hanya akan kelelahan dan sia-sia dalam mengajarkan Islam ini. Sebaliknya, kita akan mendapatkan pahala terus-menerus selama orang yang kita ajarkan ilmu tersebut masih mengamalkannya, tanpa mengurangi pahala orang tersebut. Keren banget, kan? Duh, berarti gue harus segera koprol sambil bilang wow nih! Menyebarluaskan ajaran Islam, atau lebih akrab disebut dengan dakwah, tidak berputar hanya di sekitar masjid dan majlis ilmu. Tidak harus menggunakan mimbar, baju muslim, dan identitas muslim lainnya. Tapi, kita bisa meng-share dan retweet di mana saja, lho! Jika kamu adalah orang yang cukup percaya diri, kita bisa berbicara langsung kepada teman, sahabat, guru, bahkan orangtua yang pemahamannya tentang Islam ini bisa dibilang kurang. Atau jika kamu tergolong orang yang pemalu, maka kamu bisa memanfaatkan jejaring sosial seperti yang disebutkan di atas. Cara penyampaiannya pun tak harus baku, melainkan disesuaikan dengan sasaran dakwah kita. Sesama teman, kita dapat menggunakan bahasa keseharian yang lebih nyantai. Atau untuk teman kita yang suka lebay, tidak ada salahnya kita mencoba kolaborasi huruf, simbol-simbol, dan pengucapan yang ‘aneh’ untuk mendakwahi mereka, selama apa yang kita sampaikan tetap tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Mudah sekali, kan? Nah, makanya, ayo kita sebarkan, share, dan retweet ajaran Islam ini kepada seluruh manusia, terutama para pemuda, agar ke depannya, kita dapat menggantikan generasi alumunium yang selama ini ada dengan generasi platinum yang tangguh. Generasi yang percaya diri, berjiwa pemimpin, dan yang terpenting adalah berpegang teguh pada syariat Islam dan memperjuangkannya. So, apakah kamu siap menjadi generasi paltinum penerus kejayaan Islam ini? Kudu siap! [Hawari | Twitter: @hawari88] http://www.gaulislam.com/generasi-platinum-bukan-alumunium#more-4511

Rabu, 11 Juli 2012

Teladan dari Shahabiyah dan Tabi’iyah (bagian ke-2): Teladan Dalam Ibadah


2. Teladan Dalam Ibadah a. Hafshah binti Umar bin Khattab. Perempuan ahli ibadah dan suka berpuasa demi mendapatkan ridha Allah. Dari Anas RA berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jibril berkata, wahai Muhammad, rujuklah kepada Hafshah, karena sesungguhnya dia perempuan yang ahli puasa dan ahli ibadah.” Nafi Ibnu Umar berkata: Hafshah meninggal sebelum sempat berbuka puasa. Tahajud Hafshah menjadi sebab langgengnya sebagai istri Rasulullah saw, di dunia dan di akhirat. Bagaimana tidak, dia adalah putri dari seorang ayah yang taat beribadah juga. b. Zainab binti Jahsy Dikenal sebagai perempuan ahli ibadah, suka berpuasa, berbakti dan rajin bersedekah. Dari Anas bin Malik, “suatu ketika Rasulullah saw memasuki masjid yang di dalamnya ada tali yang diikat pada dua tiang. Kemudian Rasul berkata, untuk apa tali ini, dijawab tali tersebut milik Zaenab, jika dia sudah tidak kuat berdiri maka akan bergelantungan pada tali, kemudian Rasulullah saw bersabda: Tidak, lepaskan tali itu, kalian harus semangat dalam beribadah, Jika merasa lelah dan capek, maka lakukanlah sambil duduk. Zainab adalah satu-satunya wanita yang mengungguli Aisyah dalam hal kedudukannya di sisi Rasulullah. Dan satu-satunya wanita yang dinikahi Rasulullah langsung atas perintah Allah. Setelah pernikahannya dengan Rasulullah, Zainab membanggakan diri di hadapan istri-istri yang lain dengan mengatakan: Kalian dinikahkan dengan Rasulullah oleh orang tua kalian, sementara aku dinikahinya atas perintah Allah langsung dari atas tujuh langit (HR. Bukhari). c. Ummu Hudhail, Hafshah binti Sirin Setiap malam ia menyalakan lampu mushalla, kemudian melakukan ibadah sampai fajar menyingsing. Ia berada di mushalla untuk beribadah selama 30 tahun, dan tidak pernah keluar kecuali untuk buang hajat. Ia memasuki Mihrab untuk shalat Zhuhur, ashar, magrib, isya dan subuh dengan sekali wudhu. Pada waktu Zhuhur ia tidak keluar dari mihrabnya kecuali setelah matahari bergerak naik. Ummu Hudzail berkata: Wahai para pemuda, giatlah beribadah selagi masih muda, Demi Allah, aku tidak merasakan ibadah yang lebih baik kecuali selagi masih muda. Ia telah hafal Qur’an pada usia 12 tahun. Karena kemahirannya dalam bidang Al Qur’an, setiap kali Ibnu Sirin melakukan kejanggalan dalam bacaan Al-Qur’an atau tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, ummu Hudzail berkata:” pergilah kepada Hafshah tanyakan kepadanya bagaimana bacaan yang benar dan dengarkan bagaimana ia membaca. Putranya bernama Hudzail. Ketika musim panas, ia mencari kayu dan batang pohon, kemudian ia memecah-mecahnya menjadi potongan-potongan kayu bakar. Ketika musim dingin tiba, ibunya kedinginan dalam mushalla, ia membuat perapian di dalam ember dan diletakkan di belakang ibunya, agar tidak kedinginan, ia jaga agar ibunya tidak terganggu khusu’nya karena terkena asap. d. Ummu Darda Ash-Shughra Nama lengkapnya Juhaimah binti Huyay al awshabiyah, namun lebih dikenal dengan sebutan ummu Darda Ash Shughra. Seorang wanita yang sangat santun, sehingga saat menceritakan perkataan suaminya, ia berkata: “Tuanku berkata kepadaku, yang dia maksud adalah Abu darda suaminya. Dari Yunus Ibnu Maisharah, “Suatu ketika kami mendatangi ummu Darda, ketika itu ada beberapa wanita di sisinya, Mereka semua adalah wanita yang menghabiskan malam-malamnya untuk bertahajud, sehingga kakinya sampai bengkak. Ummu Darda berkata kepada Abu Darda suaminya: “Wahai Abu Darda, sesungguhnya engkau meminangku kepada kedua orang tuaku di dunia, maka mereka menikahkan aku denganmu. Dan sekarang aku akan meminangkan diriku denganmu di akhirat. Abu Darda menjawab. Jika memang demikian, jangan menikah sepeninggalku. e. Munifah binti Abi Thariq Tinggal di Bharain dan setiap kali gelap malam menyelimuti bumi, ia berkata: “Wahai jiwaku, kegembiraan orang beriman telah datang. Kemudian ia masuk ke dalam mihrabnya dan berdiri beribadah bagikan batang pohon yang tegak berdiri sampai fajar tiba. Dari Ummu Umar binti Mulaik, “Suatu ketika aku menginap di rumah Munifah, dan aku dengar dia mengulang-ulang bacaan al Qur’an terus menerus, sampai kemudian ia menangis.” Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/20000/teladan-dari-shahabiyah-dan-tabiiyah-bagian-ke-1-teladan-dalam-ibadah/#ixzz20Igo7TIQ

Teladan dari Shahabiyah dan Tabi’iyah (bagian ke-1): Teladan Dalam Intelektualitas

dakwatuna.com - Salah satu metode yang efektif dalam dunia pendidikan Islam adalah dengan memberikan teladan atau contoh. Di dalam ilmu psikologi di kenal dengan istilah modelling. Rasulullah saw di utus oleh Allah juga salah satunya agar bisa dijadikan contoh/teladan bagi umat manusia. Hal ini tertuang di dalam surat al Ahzab 21 “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah saw suri teladan yang baik bagi orang-orang yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya” Teladan utama kita adalah Rasulullah saw. Pada sisi lain, Rasulullah saw juga menyatakan bahwa kita diperintahkan untuk mencontoh para sahabat, sebagai generasi /kurun yang terbaik. Firman Allah swt surat Ali Imran 110 “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan kepada manusia. Menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…” Pada hakikatnya, contoh /teladan kebaikan bisa datang dari siapa saja, sepanjang kebaikan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Allah dan RasulNya. Dari sini kita dapat memahami bahwa orang-orang shaleh salihah dari generasi setelah shahabat dan seterusnya dapat kita jadikan contoh/teladan sepanjang tetap berpegang teguh pada dienuLLAH. 1. Teladan dalam Intelektualitas a. Aisyah binti Abu Bakar ashidiq (shahabiyah) Aisyah adalah belahan jiwa Rasulullah saw di dunia dan di akhirat. Beliau, adalah sosok ahli fiqih yang taat pada Rabbnya. Pada saat Rasulullah saw meninggal dunia, usia Aisyah baru menginjak 19 tahun setelah sembilan tahun hidup bersama Rasulullah saw. Namun demikian, Aisyah telah memenuhi seluruh penjuru dunia dengan ilmu. Dalam hal periwayatan hadits, beliau adalah tokoh yang sulit di cari bandingannya. Ia lebih memahami hadits, dibanding istri-istri Rasul yang lain. Dalam masalah jumlah hadits yang diriwayatkannya, tidak ada yang menandingi, selain Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar. Ad-Dhahabi berkomentar dalam kitab as Sair jilid II, halaman 240, “Saya tidak pernah melihat pada umat Muhammad saw, bahkan wanita secara keseluruhan, ada seorang wanita yang lebih alim dari Aisyah RA.” Dalam beberapa kasus, Aisyah mengoreksi pemahaman para sahabat dan menjadi rujukan dalam memahami praktek Rasulullah saw Di dalam al –Mustadrak, az-Zuhri berkomentar: “seandainya ilmu semua manusia dan ilmu istri-istri nabi digabungkan, niscaya ilmu Aisyah lebih luas dari ilmu mereka. Menurut Adz-Dzahabi, musnah Aisyah mencapai 2210 hadits. Imam Bukhari dan Imam Muslim sepakat atas riwayat Aisyah sebanyak 140 hadits. Secara individu Bukhari meriwayatkan 54 hadits Aisyah, dan Muslim meriwayatkan 69 hadits. Hakim Abu abdillah berkata: “Aisyah RA, membawa ¼ syariah Islam. Urwah Ibnu Zubair berkata: Saya tidak melihat seorang pun yang lebih pandai dalam masalah ilmu fiqih, kedokteran, dan sastra selain Aisyah RA. Demikianlah keluasan ilmu Aisyah RA. Para wanita mukminah di masa sekarang ini, khususnya para aktivis dakwah sudah semestinya meneladani beliau RA dalam hal keluasan ilmunya. Ya Alim, rabbi zidni ilmaa. b. Amrah binti Abdurrahman (Tabiin Anshar) Dia adalah murid Aisyah RA seorang wanita yang alim, ahli fiqih, luas ilmu dan wawasannya. Ia meriwayatkan hadits dari Aisyah, ummu Salamah dan Rafi Ibnu Khudaij serta ummu Hisyam binti Haritsah. Beberapa orang meriwayatkan hadits dari Amrah, antara lain : Abu Rijal Muhammad Ibnu Abdurrahman , Haritsah, Malik, Abu Bakar Ibnu Hazm, dan kedua anak beliau, yaitu Abdullah dan Muhammad , serta Az – Zuhri. Umar bin Abdul Aziz berkata: “Tidak ada seorang pun yang memahami hadits-hadits Asiyah RA, selain Amrah. Ibnu Hibban menyebutkan: Ia adalah sosok wanita yang paling mengerti hadits-hadits Aisyah RA. c. Hafshah binti Sirin Ummu Hudzail. Seorang ahli fiqih dari golongan Anshar, pemuka wanita para tabiin, dikenal sebagai ahli ibadah, fiqih, qiraat dan hadits. Hafshah meriwayatkan hadits dari Ummu Athiyah dan Ummu Raih dan budaknya Anas Ibnu Malik dan Abu Aliyah. Saudara laki-lakinya , Ahmad, Qatadah, Ayyub, Kalid al Hadza, Ibnu Aun dan Hisyam Ibnu Hasan meriwayatkan hadits dari Hafshah. Ia telah mampu membaca Al-Qur’an pada usia 12 tahun. Hidup selama 70 tahun dan menasihati para pemuda untuk melakukan kebajikan. Salah satu yang diucapkannya adalah: Wahai para pemuda, galilah potensi pada waktu kalian masih muda belia. Dan aku melihat masa muda sebagai periode beramal dan bekerja. Inilah sosok Hafshah, tinggal di rumahnya selama 30 tahun dan tidak keluar dari tempat shalatnya kecuali untuk tidur siang dan keperluan penting. Ia meninggal dunia dan usianya lebih dari 100 tahun. d. Muadzah al Adawiyah. Di kenal sebagai ahli balaghah, fasih tutur katanya, gemar menuntut ilmu-ilmu agama, dan meriwayatkan hadits. Adz-Dzahabi menjulukinya Sayyidah Al Alimah (pemuka orang-orang alim). Ia meriwayatkan hadits dari Ali, Aisyah dan Hisyam Ibnu Amir. Nama-nama yang meriwayatkan hadits darinya adalah Abu Qilabah, Yazid Ibnu Rasyak, Ashim Ibnu Ahwal, Ayyub as-Sikhtiyani. Ia pernah berkata kepada seorang wanita dewasa yang pernah disusuinya: “Wahai anakku, jadilah orang yang takut dan berharap ketika bertemu Allah, karena Aku melihat orang yang selalu berharap kepada Allah akan dipenuhi kebaikan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Dan aku melihat, orang yang takut kepada Allah berharap akan bertemu dengan Tuhan saat manusia dibangkitkan. Kemudian ia menangis, e. Fatimah binti as Samarqandi Imam Abu Bakar as-Samarqandi mengajarkan ilmu agama kepada Abu Bakar al Kasyiani. Kemudian sang guru menikahkannya dengan putrinya yang ahli ilmu fiqih. Disebutkan bahwa alasan ia dinikahkan dengan putrinya adalah bahwasanya putrinya adalah seorang yang cantik jelita Ia telah hafal kitab At –Tuhfah karangan ayahnya. Banyak raja –raja Romawi yang ingin meminangnya, tetapi ayahnya menolaknya. Mahar untuk pernikahannya adalah syarah dari kitab At-tuhfah, karangan Abu Bakar al Kasyaini, yang diberi judul Al Badaai’. f. Lathifah, Ibunda Imam Syafii. As-Subki berkata: Ibunda Imam Syafi’i adalah wanita ahli ibadah yang sangat jenius. Pernah suatu kali ketika dia diminta menjadi saksi pengadilan bersama Ummu Basyar al Marisi. Ketika hakim ingin menanyai secara terpisah, ia berkata: wahai Hakim, engkau tidak berhak melakukan hal itu, karena Allah swt telah berfirman, “supaya jika seorang lupa, seorang lagi dapat mengingatkannya “ Halim kemudian tidak jadi menanyainya secara terpisah. As- Subki kemudian memberikan komentarnya atas kisah tersebut: Sebuah ide yang brilian, kuat dan alternatif baru dalam penafsiran. g. Nafisah binti Hasan Ibnu Zaid, putra cucu nabi. Seorang penghafal Al Qur’an, sekaligus menguasai tafsir dan hadits. Ibnu Khalkan menyebutkan bahwasanya ketika Imam Syafii wafat, jenazahnya dihadirkan kepadanya dan menyolatkan jenazahnya di rumahnya. Iiam Az Dzahabi berkata: Kami tidak banyak mendengar tentang kisah-kisahnya. Dia berkata: “Karena kebodohan orang-orang Mesir dan kepercayaannya yang melampaui batas, meski telah ada larangan yang mendekati syirik, mereka bersujud dan meminta ampunan darinya”. Ibnu Katsir berkata: Hingga saat ini, masyarakat awam keterlaluan dalam hal kepercayaan kepadanya, juga tentang hallain, Apalagi masyarakat Mesir suka melontarkan ungkapan-ungkapan tidak benar dan sembrono yang bisa mengantarkan pada kekufuran dan kesyirikan. h. Karimah binti Ahmad. Beliau diibaratkan sebagai tiang tengah penyangga hadits-hadits nabi. Keluasan ilmu dan penguasaannya terhadap hadits tidak diragukan lagi, sehingga para ulam besar rela berdesak-desakkan untuk menghadiri majelisnya, demi mendengarkan untaian-untaian haditsnya. Para ulama mengakui keutamaan dan keteladanannya sebagai orang yang pertama kali mengajarkan kitab shahih Bukhari secara utuh, tuntas dan menyeluruh. Sehingga abu Dzar, seorang ulama hadits dari kota Harrah, berwasiat kepada murid-murid agar tidak belajar kitab Shahih Bukhari kecuali kepadanya. Di antara para imam yang belajar shahih Bukhari kepadanya adalah Hafizd Abu Bakar Al-Khatib dan Abu Thalib al Husain Ibnu Muhammad Zainabi. Dalam kitab al-siyar, Ad Dzahabi menggambarkan karakternya sebagai berikut: Wanita agung, ahli ilmu dan mempunyai sanad hadits yang derajatnya tinggi… Mempelajari shahih Bukhari dari jalur Abu Haitsam al Kusymihani, Dzahir Ibnu Ahmad as –Sarkhasi dan Abdullah Ibnu Yusuf Ibnu Bamuwaih As-Ashbahani. Tingkat pemahaman dan pengetahuannya di atas rata-rata semakin kuat dipadu dengan kebaikan pekerti dan ketekunannya beribadah. Imam Abu Ghanaim berkata: Suatu kali Karimah menyodorkan redaksi Shahih Bukhari kepadaku, dan aku menyalinnya sesuai dengan redaksinya. Ketika menyelesaikan tujuh bundel, aku membacanya di hadapannya. Selanjutnya aku bermaksud menyalinnya sendiri tanpa harus membaca di hadapannya. Dan ketika aku utarakan keinginanku kepadanya, ia menjawab “Tidak bisa, kamu harus memeriksakannya kepadaku. Lalu aku selalu memberikan salinanku kepadanya. – Bersambung (hdn) Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/19941/teladan-dari-shahabiyah-dan-tabiiyah-bagian-ke-1/#ixzz20IebUMxG

Minggu, 15 April 2012

Rashidul Harakah (Aset Utama Pergerakan)


Ikhwah fillah,
Dalam pergerakan Islam, aset utamanya bukan harta, gedung-gedung yang dimiliki, ataupun pos-pos jabatan strategis yang telah diraihnya. Yang menjadi aset utama gerakan (rashidul harakah) adalah kader. Satu orang kader tidak dapat dibandingkan dengan sekian milyar dana, karena menyadarkan seseorang hingga mendapatkan hidayah adalah pekerjaan amat besar yang tidak bisa ditukar dengan materi seberapapun.

Rasulullah SAW sendiri telah memberikan kabar betapa besarnya “nilai” hidayah, hingga satu orang saja yang berhasil didakwahi, itu lebih baik dari onta merah.

فَوَاللَّهِ لأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

Demi Allah, sungguh Allah memberi hidayah kepada seorang laki-laki melalui tanganmu adalah lebih baik bagimu daripada onta merah (HR. Bukhari Muslim)

Onta merah adalah harta orang Arab yang paling mahal saat itu. Sementara dalam hadits lain disebutkan “lebih baik dari dunia seisinya.”

Menyadari bahwa kita adalah aset utama dakwah
Ikhwah fillah,
Hakikat besar ini perlu disadari oleh semua kader dakwah. Bahwa dirinya adalah aset utama harakah. Kesadaran ini dengan sendirinya akan mengarahkan seorang kader untuk sungguh-sungguh menempa dirinya menjadi yang terbaik. Sebab kemajuan dakwah akan dipengaruhi oleh kemajuan kader-kader seperti dirinya. Sebab masa depan dan pencapaian dakwah akan berbanding lurus dengan kualitasnya.

Menempa diri menjadi kader-kader pilihan (rijaalul khiyariyah) merupakan keniscayaan. Dan pekerjaan besar ini bukan semata tanggung jawab struktur gerakan (tanzhim harakah), melainkan juga tanggung jawab pribadi masing-masing kader. Itulah sebabnya ada istilah tarbiyah dzatiyah yang harus secara serius dilaksanakan oleh kader dakwah.

Kader dakwah, yang dalam Al-Qur'an dicitrakan dengan gelar “rabbani” sesungguhnya menyiratkan perbaikan kualitas yang harus menjadi agenda prioritas kader sebagai aset utama gerakan (rashidul harakah).

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ

Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah.” Akan tetapi, (dia berkata) “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (QS. Ali Imran : 79)

terkait dengan makna rabbani ini, Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari yang dikenal dengan sebutan Imamul Mufassirin mengatakan bahwa rabbani adalah seseorang yang memenuhi beberapa kualifikasi sebagai berikut:
1. faqih, dalam arti memahami Islam dengan sangat baik
2. 'alim, dalam arti memiliki ilmu pengetahuan
3. bashir bi as-siyasah, dalam arti melek politik
4. bashir bi at-tadbir, dalam arti melek manajemen
5. qaim bi syu'uni ar-ra'iyah bimaa yuslihuhum fi dunyaahum wa diinihim, yaitu melaksanakan segala urusan rakyat yang mendatangkan kemaslahatan mereka, baik dalam urusan dunia maupun agama.

Secara da'awiyah, hamba yang rabbani akan menjadi syakhshiyyah da'iyah yang pada akhirnnya mampu menjadi murabbi dan beramal jamai, lalu bersama-sama dengan kader yang lain akan melakukan aktifitas yang tertata dengan rapi. Ia terus aktif dan bergerak dalam sebuah barisan yang kokoh, serta berkontribusi di tengah masyarakatnya.

Secara sosial, hamba yang rabbani menjadi syakhshiyyah ijtima'iyah yang memiliki keahlian, kepedulian dan menjadi tokoh di masyarakat. Ia menjadi rujukan dalam mencari solusi setiap problem di tengah masyarakat. Akhirnya, hamba yang rabbani pun dapat mengarahkan masyarakat pada pengamalan Islam yang utuh.

Selanjutnya, sampailah hamba yang rabbani menjadi syakhshiyyah dauliyah yang memiliki wawasan global, menjadi pelopor perubahan, dan menjadi negarawan. Dalam konteks sekarang, kader dakwah yang telah menjadi hamba rabbani akan menjadi politisi yang unik dan khas di dunia perpolitikan. Ia bergaul dengan para politisi yang lain, namun memiliki keistimewaan dibanding mereka. Ada visi dan misi yang diemban yang menjadi landasan geraknya. Ia menjadi orang yang kuat karena visi misi tarbiyahnya.

Tarbiyah Madal Hayah
Ikhwah fillah,
Bahwa kader adalah aset utama gerakan (rashidul harakah), maka ia harus dijaga sebaik-baiknya. Jangan sampai ada kerusakan, jangan sampai ada fluktuasi nilai, jangan sampai futur dan stagnan. Sebaliknya, seiring berjalannya waktu dan besarnya tugas dakwah, kader sebagai aset utama gerakan harus semakin tinggi nilainya, semakin dinamis dan berkualitas.

Maka tidak ada cara lain kecuali mengimplementasikan tarbiyah madal hayah; pembinaan dan pendidikan sepanjang hidup. Tarbiyah merupakan pintu gerbang bagi tegaknya aspek kekuatan umat Islam. Ia merupakan aspek pokok yang menjadi akar bagi aspek-aspek yang lain, baik itu kekuatan ekonomi, politik, hukum, sosial, maupun militer.

Allah SWT telah memerintahkan kepada umat Islam dalam surat Al-Anfal ayat 60 agar menyiapkan berbagai kekuatan secara maksimal dengan berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu} kamu menggetarkan musuh Allah, dan musuh kamu, serta orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al-Anfal : 60)

Kata min quwwatin pada ayat di atas berbentuk isim nakirah. Artinya, ayat tersebut mengandung perintah yang besar dan menyeluruh. Seluruh kekuatan wajib disiapkan oleh umat Islam baik pada setor ekonomi, pendidikan, sosial, ruhiyah, jasadiyah dan lain-lain. Adapun tarbiyah adalah penopang seluruh kekuatan yang harus disiapkan umat Islam. Dari tarbiyah inilah ruh dakwah yang syumul akan tumbuh berkembang menjadi pribadi muslim yang komitmen dengan Islam dan bergerak bersama Islam. Selain itu, juga tumbuh menjadi sosok panutan di tengah masyarakatnya dengan keteladanan dan kontribusi positif.

Ungkapan tokoh umat untuk menyemangati proses tarbiyah kita
Imam Syafi'i mengingatkan:

Siapa yang tidak belajar (ta'lim) pada masa mudanya maka takbirkanlah empat kali untuk kematiannya. Demi Allah, yang namanya pemuda adalah yang berilmu dan bertaqwa. Jika tidak ada keduanya maka jangan anggap dia itu ada.

Dalam risalah Hal Nahnu Qaumum 'Amaliyun Hasan Al-Banna mengatakan :

Sesungguhnya tujuan pertama gerakan dakwah adalah mentarbiyah jiwa, memperbarui spirit, dan penguatan akhlak serta menumbuhkan peran pentingnya di tengah-tengah umat. Mereka meyakini bahwa itu adalah asas pertama yang harus dibangun untuk kebangkitan umat dan bangsa.

Sedangkan Yusuf Qardhawi mengungkapkan:

Adapun tarbiyah adalah hal terpenting dan utama dalam gerakan dakwah, karena tarbiyah adalah asas perubahan, dan gelombang kebaikan serta perbaikan. Jika tida ada maka kehidupan yang islami atau merealisasikan undang-undang Islam hanyalah menjadi mimpi.

Musthofa Masyhur mengatakan:

Pribadi muslim adalah pilar bagi keluarga, masyarakat, dan negaranya. Jika tarbiyahnya kuat maka kuat pula bangunannya tersebut.

Semoga ungkapan para ulama tersebut menjadi spirit tersendiri bagi kita untuk mengoptimalkan tarbiyah setelah menyadari bahwa kita adalah aset utama gerakan (rashidul harakah).

[Referensi: Madza Ya'ni Intima'i lil Islam & Menghidupkan Suasana Tarbawi di Mihwar Muassasi]

Minggu, 26 Februari 2012

Mencermati Angka-Angka Dalam Dakwah Rasulullah

dakwatuna.com – Ada banyak orang yang momok dengan angka-angka. Mungkin karena semenjak Sekolah Dasar, ia telah “dicekoki” dengan Matematika yang sering diplesetkan menjadi mati-matian. Mungkin juga karena angka sangat terkait dengan uang, dan ternyata, ia gampang-gampang susah didapatnya, bahkan lebih sering susah dan sulitnya. Mungkin juga keseringan menghitung angka-angka, akan tetapi tidak pernah ada wujud dan hasilnya. Dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain.
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 65-66, Allâh –subhânahu wa ta’âlâ- berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَفْقَهُونَ (٦٥) الآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ (٦٦)
65. Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti [1].
66. sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.
Ada banyak orang yang momok dengan angka-angka. Mungkin karena semenjak Sekolah Dasar, ia telah “dicekoki” dengan Matematika yang sering diplesetkan menjadi mati-matian. Mungkin juga karena angka sangat terkait dengan uang, dan ternyata, ia gampang-gampang susah didapatnya, bahkan lebih sering susah dan sulitnya. Mungkin juga keseringan menghitung angka-angka, akan tetapi tidak pernah ada wujud dan hasilnya. Dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain.
Saat saya bersama anak-anak dan keluarga menonton VCD The Amazing Child, sebuah VCD yang mengisahkan bocah berusia 5 tahun yang telah hafal Al-Qur’ân Al-Karîm, dan bahkan mampu menjelaskan dan memahami kandungannya, saya dikejutkan oleh sebuah pertanyaan yang diajukan kepada sang bocah, yang isinya, meminta kepadanya untuk menyebutkan angka-angka di dalam Al-Qur’ân, dan dengan cekatan nan fashîh, sang bocah pun membaca ayat-ayat yang berisi penyebutan angka-angka.
Kenapa saya terkejut dengan pertanyaan seperti ini? Sebab, beberapa waktu yang lalu, saya juga dikejutkan oleh “protes” atau ekspresi momok sebagian aktivis dakwah terhadap angka-angka.
Dari dua kejutan ini, saya pun mencoba mencari-cari, adakah angka-angka di dalam Al-Qur’an, dan juga dalam sirah (perjalanan) hidup nabi Muhammad –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-?
Jawaban bocah dalam VCD yang saya tonton, memberi inspirasi kepada saya untuk mencoba mencermati angka-angka ini, yang di antara hasilnya adalah sebagai berikut:
Al-Qur’ân Al-Karîm telah menyebutkan beraneka macam angka, mulai dari pecahan, satuan, belasan, puluhan, ratusan, ribuan dan bahkan ratusan ribu.
Angka-angka pecahan yang disebutkan Al-Qur’ân adalah seperdelapan (1/8), seperenam (1/6), seperempat (1/4), dan setengah (1/2).
Angka-angka satuan, belasan, puluhan, ratusan dan ribuan yang disebutkan Al-Qur’ân adalah satu (1), dua (2), tiga (3), empat (4), lima (5) enam (6), tujuh (7), delapan (8) dan sembilan (9), sepuluh (10), sebelas (11), dua belas (12), sembilan belas (19), dua puluh (20), tiga puluh (30), empat puluh (40), lima puluh (50), enam puluh (60), tujuh puluh (70), delapan puluh (80), seratus (100), dua ratus (200), tiga ratus (300), sembilan ratus lima puluh (950), seribu (1000), dua ribu (2000), tiga ribu (3000), lima ribu (5000) dan angka terbesar yang disebutkan Al-Qur’ân Al-Karîm adalah seratus ribu (100.000).
Kesimpulan sementara saya setelah mendapatkan angka-angka ini: “ternyata, Al-Qur’ân Al-Karîm menyebutkan angka-angka”, karenanya, kita tidak boleh alergi atau momok dengan angka-angka.
Bagaimana dengan perjalanan hidup (sîrah) Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-?
Bila kita mencoba merunut (membaca secara berurutan) perjalanan hidup (sîrah) beliau –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-, ternyata, semenjak awal, para penutur (yang menuturkan dan mengisahkan) serta penulis sîrah beliau, juga sudah akrab dengan angka-angka.
Dalam kitab Al-’Ibar Fî Durûs (Khabar) Man Ghabar, dalam peristiwa tahun 17 H, Al-Hâfizh Al-Dzahabî menulis:
وَفِيْهَا تُوُفِّيَ عُتْبَةُ بْنُ غَزْوَانَ اَلْمَازِنِيّ، أَحَدُ السَّابِقِيْنَ اَلأَوَّلِيْنَ. يُقَالُ أَسْلَمَ سَابِعَ سَبْعَةٍ
Pada tahun tujuh belas Hijriyah (17 H) telah wafat ‘Utbah bin Ghazwân Al-Mâzinî –radhiyallâhu ‘anhu-; salah seorang yang pertama-tama masuk Islam, ada pendapat mengatakan bahwa dia adalah orang yang masuk Islam dengan nomor urut tujuh. [lihat juga Mushannaf Ibn Abî Syaibah juz 8, hal. 45, 199, 452).
Dalam riwayat lain, yang menempati nomor urut ketujuh adalah Sa'ad bin Abî Waqqâsh –radhiyallâhu 'anhu- [Al-Sunan Al-Kubrâ karya Al-Baihaqi juz 1, hal. 106, lihat pula: Ma'ânî Al-Qur'ân, karya Al-Nahhâs saat menafsirkan Q.S. Al-Mâidah: 12).
Riwayat lain mengatakan bahwa yang menempati nomor urut ketujuh adalah Utsmân bin Al-Arqâm [Al-Mustadrak, karya Al-Hâkim, hadîts no. 6181].
Siapapun yang benar darinya tidaklah penting [2], yang terpenting di sini adalah bahwa semenjak awal, masalah angka-angka dalam sîrah nabi Muhammad –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- telah menjadi perhatian para penutur dan penulis sejarah perjalanan hidup beliau –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- ini.
Dan setelah beliau ¬–Shallallâhu ‘alaihi wa sallam- hijrah ke Yatsrib (kemudian dikenal sebagai Al-Madinah atau kota nabi Muhammad –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-), dan Allâh –subhânahu wa ta’âlâ- mulai mengizinkan peperangan kepada kaum muslimin, para penulis sîrah menyuguhkan data-data angka sebagai berikut:
Tahun Peristiwa Pasukan Islam Keterangan
Dua (2) Perang Badar 313
Tiga (3) Perang Uhud 1000 (700) 300 orang pulang
Lima (5) Perang Ahzâb 3000
Delapan (8) Fathu Makah 10.000
Sembilan (9) Perang Tabuk 30.000
Ada empat hal yang menarik dari angka-angka di atas, yaitu:
1. Ada pertumbuhan cepat jumlah pasukan Islam dari tahun ke tahun. Dari Badar ke Uhud (tempo satu tahun) telah terjadi pertumbuhan jumlah pasukan Islam sebanyak tiga kali lipat (300%), begitu juga dari Uhud ke Ahzâb (tempo dua tahun). Yang menarik adalah pertumbuhan dari tahun ke lima (Ahzâb) ke tahun delapan (Fathu Makah), sebab, dalam tempo tiga tahun, pasukan Islam telah berlipat ganda menjadi 10.000 pasukan (lebih dari 300%).
2. Suasana “damai” atau genjatan senjata dengan pihak Makah melalui Shulh Hudaibiyah (perdamaian Hudaibiyah) pada tahun 6 Hijriyah, telah dioptimalkan oleh Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- untuk menyebar luaskan dakwah seluas-luasnya, di samping untuk menyelesaikan urusan strategis lainnya, misalnya: penyerbuan ke benteng Yahudi di Khaibar (tahun 7 H).
3. Pada tahun 9 Hijriyah dan “hanya” dalam tempo satu tahun, jumlah pasukan Islam telah berlipat ganda menjadi 30.000 pasukan (300%). Hal ini terjadi karena Makah yang menjadi musuh dakwah telah tidak ada dan berubah menjadi bagian dari pendukung dakwah.
4. Ada pertumbuhan yang relative “terjaga” dari jumlah pasukan Islam, yaitu sekitar 300%, walaupun tempo yang dilaluinya berbeda-beda.
Adanya angka-angka pertumbuhan seperti ini, menjadikan kita bertanya-tanya: adakah angka-angka seperti ini terjadi secara kebetulan (‘afwiyyan), ataukah memang ada perencanaan atau design yang telah dibuat sebelumnya?
Jika kita menengok kepada tahun dua Hijriyah, saat beliau –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- belum lama tiba di Madinah, yaitu saat itu beliau memerintahkan kepada kaum muslimin untuk melakukan sensus tertulis terhadap semua orang yang telah menyatakan masuk Islam, rasanya terlalu jauh kalau kita berpendapat bahwa angka-angka pertumbuhan seperti di atas terjadi secara kebetulan. Pemahaman yang lebih dekat kepada kebenaran (jika tidak kita katakana kebenaran) adalah pendapat yang mengatakan bahwa hal itu memang sesuatu yang direncanakan oleh Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-
Dalam kitab Shahîh Muslim disebutkan sebagai berikut:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ : كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَحْصُوا لِي كَمْ يَلْفِظُ اْلإِسْلاَمَ، قَالَ : فَقُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَخَافُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ مَا بَيْنَ السِّتِّ مِائَةٍ إِلَى السَّبْعِ مِائَةٍ! [رواه مسلم، رقم 149]
Dari Hudzaifah –radhiyallâhu ‘anhu- ia berkata: Kami bersama Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-, lalu beliau bersabda: “Lakukanlah ihshâ’ untukku berapa orang yang telah menyatakan Islam”. Hudzaifah berkata: ‘maka kami berkata: ‘Wahai Rasulullâh, adakah engkau mengkhawatirkan kami? Sementara jumlah kami antara 600 sampai tujuh ratus! .. [H.R. Muslim, no. 149]
Dan di dalam kitab Shahîh Bukhârî disebutkan:
عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اكْتُبُوا لِي مَنْ تَلَفَّظَ بِاْلإِسْلاَمِ مِنْ النَّاسِ، فَكَتَبْنَا لَهُ أَلْفًا وَخَمْسَ مِائَةِ رَجُلٍ … عَنْ الأَعْمَشِ : فَوَجَدْنَاهُمْ خَمْسَ مِائَةٍ قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ : مَا بَيْنَ سِتِّ مِائَةٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةٍ [البخاري، رقم 3060]
Dari Hudzaifah –radhiyallâhu ‘anhu- ia berkata: Nabi –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Tuliskan untukku orang-orang yang telah menyatakan Islam”. Maka kami menuliskan untuk beliau seribu lima ratus laki-laki … Dari Al-A’masy: Maka kami mendapati mereka berjumlah 500. Abû Mu’âwiyah berkata: antara 600 – 700 [H.R. Bukhârî, no. 3060]
Beberapa Komentar Terhadap Dua Riwayat Ini
1. Prof. DR. Yusuf Al-Qaradhawî: “Kalau saja terjadi pengkodifikasian ulang hadîts, maka saya mengusulkan agar dua riwayat ini dimasukkan ke dalam kitâb al-’ilm (kumpulan hadîts yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan), sebab, al-ihshâ’ (penghitungan, kalkulasi, sensus dan statistic) merupakan dasar berbagai macam ilmu pengetahuan”. [lihat: Al-Rasûl wa al-'Ilm].
2. Menurut Al-Dâwudî, angka-angka yang disebutkan dalam riwayat ini tidaklah kontradiktif, sebab, ada kemungkinan ihshâ’ dilakukan berkali-kali. [Fath al-Bârî saat mensyarah hadîts di atas].
3. Menurut Ibn Al-Munîr, sensus tertulis tidaklah kontradiktif dengan keberkahan, bahkan, penulisan yang diperintahkan itu merupakan kemaslahatan agama. [Fath al-Bârî saat mensyarah hadîts di atas].
Beberapa Tambahan Komentar
1. Dalam terjemahan sederhana, kata ihshâ’ berarti: menghitung. Namun, dalam konteks ilmiah, ihshâ’ juga bermakna kalkulasi, sensus dan bahkan statistic dan grafik. Makna inilah yang oleh Prof. DR. Yusuf Al-Qaradhaî –hafizhahullâh- disebut sebagai dasar ilmu pengetahuan modern, karenanya beliau mengusulkan agar hadîts ini dimasukkan ke dalam kitâb al-’ilm. Wallâhu a’lam.
2. Dua riwayat yang “berbeda”, di mana yang satunya menyebutkan uhshû dan satunya mengatakan uktubû, juga tidak kontradiktif, sebab bisa digabungkan dan saling melengkapi, sehingga bisa dipahami bahwa perintah Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- kepada para sahabat adalah agar mereka melakukan ihshâ’ secara tertulis, dan tidak cukup sekedar lisan sahaja. Hal ini menegaskan betapa penting peranan ihshâ’ tertulis ini, agar data benar-benar valid dan akurat.
3. Perbedaan angka-angka sebagaimana disebut dalam periwayatan hadîts ini, dan sebagaimana dipahami tidak kontradiktif oleh Al-Dâwûdî, juga bisa dipahami bahwa para sahabat nabi terus dan selalu melakukan apa yang di zaman sekarang disebut dengan istilah updating data atau pemutakhiran data dari waktu ke waktu, dan ternyata, updating itu menunjukkan adanya pergerakan naik yang terus menerus; 500, 600, 700 dan 1500. Wallâhu a’lam.
Dari semua keterangan ini, kita bisa memahami dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan angka-angka bisa kita katakan telah direncanakan atau by design, dan bukan ‘afwiyyah (kebetulan).
Catatan Kaki:
[1] Maksudnya: mereka tidak mengerti bahwa perang itu haruslah untuk membela keyakinan dan mentaati perintah Allah. mereka berperang hanya semata-mata mempertahankan tradisi Jahiliyah dan maksud-maksud duniawiyah lainnya.
[2] Kemungkinan yang rajîh adalah isyarat Al-Dzahabî di atas, berdasarkan pada riwayat yang dikeluarkan oleh Ibn Abî ‘Âshim sebagai berikut:
حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخ ، وَهُدْبَة بْنُ خَالِد ، قَالاَ : ثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ الْمُغِيْرَةَ ، نَا حُمَيْدٌ بْنُ هِلاَل ، عَنْ خَالِدٍ بْنِ عُمَيْر ، قَالَ : خَطَبَنَا عُتْبَةُ بْنُ غَزْوَان رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، فَحَمِدَ اللهَ تَعَالَى ، وَأَثْنَى عَلَيْهِ ، ثُمَّ قَالَ : « لَقَدْ رَأَيْتُنِي سَابِعَ سَبْعَةٍ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، مَا لَنَا طَعَامٌ إِلاَّ وَرَقُ الشَّجَرِ ، حَتَّى خَرَجَتْ أَشْدَاقُنَا، فَالْتَقَطْتُ بُرْدَةً، فَشَقَقْتُهَا بَيْنِيْ وَبَيْنَ سَعْدٍ بْنِ مَالِكٍ
[الآحاد والمثاني لابن أبي عاصم]
281- Telah menceritakan kepada kami Syaibân bin Farrûkh dan Hudbah bin Khâlid, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Sulaimân bin Al-Mughîrah, ia berkata: telah memberitakan kepada kami Humaid bin Hilâl, dari Khâlid bin ‘Umair, ia berkata: Telah menyampaikan khutbah kepada kami ‘Utbah bin Ghazwân – radhiyallâhu ‘anhu-, lalu ia memuji Allâh Ta’âlâ dan memuji-Nya, kemudian ia berkata: “Saya telah melihat diriku sebagai yang ketujuh dari tujuh orang bersama Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-, kami tidak memiliki makanan apapun selain dedaunan pohon, sehingga ujung bibir kami sampai keluar, lalu aku menemukan selembar kulit, maka saya belah menjadi dua bagian, sebagian untukku dan sebagian lagi untuk Sa’ad bin Malik (Abî Waqqâsh)“. [Al-Âhâd wa Al-Matsânî, karya Ibn Abî 'Âshim]. Wallâhu a’lam.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2007/03/134/mencermati-angka-angka-dalam-dakwah-rasulullah-saw

Wanita Idaman Ikhwan


dakwatuna.com - Ikhwan akhwat yang sedang mencari pendamping hidup bacalah uraian berikut… Malu bertanya sesat di jalan…

Ikhwan, jika kalimat ikhwan dicerna dari segi bahasa Arab maka akan berarti lelaki, namun Negara kita Indonesia merupakan Negara yang mempunyai bahasa resmi yaitu bahasa Indonesia, olehnya itu jika masyarakat mendengar kata ikhwan itu berarti sangat erat kaitannya dengan agama Islam, dengan demikian, pengertian ikhwan adalah lelaki yang senantiasa taat menjalankan Agama Allah, syariat Islam, dan melaksanakan perintah Allah serta menjauhi laranganNYA.

Ikhwan yang bersifat insani tentunya mengidam-idamkan wanita, yang bakal memperkokoh keimanan kepada Allah SWT, seiring berkembangnya roda era globalisasi maka tentunya untuk menemukan wanita yang benar-benar shalihah mungkin sudah sangat sulit atau jarang.

Ya, wanita shalihah, sebab telah ma’ruf bahwa sungguh mulia wanita yang shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan umat. Para ikhwan yang cerdas bakal memikirkan masa depan bukan dari segi dzahir saja namun akan berpikir juga masa depan dunia dan akhirat dengan memilih wanita shalihah maka akan melahirkan anak shalih yang akan berbakti, mendoakan orang tua jika sudah berpindah ke pangkuan ilahi. Nah, sekrang timbul pertanyaan, seperti apakah wanita shalihah itu…?

Pengertian Wanita Shalihah

Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah”. (HR. Muslim). Wanita shalihah adalah wanita yang bertaqwa, yaitu yang taat pada Allah dan Rasul-Nya. Wanita yang bertaqwa adalah selalu melaksanakan segala perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauh diri dari segala hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Jadi shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah, baik sebagai seorang anak, seorang istri, anggota masyarakat, dll.

Jika wanita shalihah ada di belakang para lelaki mukmin di dunia ini, maka kita akan melihat kebangkitan dunia Islam untuk mampu memimpin dunia, seperti baginda Rasul di belakang beliau terdapat wanita shalihah ummul mukminin Khadijah Radhiyallahu anha.
Wanita adalah tiang Negara. Bayangkanlah, jika tiang penopang bangunan itu rapuh, maka sudah pasti bangunannya akan roboh dan rata dengan tanah. Tidak akan ada lagi yang tersisa kecuali puing-puing yang nilainya tidak seberapa.

Wanita shalihah akan selalu berusaha melaksanakan syariat Islam dengan sepenuh kekuatan imannya. Dia akan mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilalloh) dengan memperbanyak ibadah baik yang wajib maupun yang sunnah, menghiasi dirinya dengan akhlaqul karimah, bergaul dengan sesama manusia dengan muamalah yang sesuai syariat Islam, serta selalu memelihara diri agar tidak berbuat maksiat (perbuatan yang dilarang Allah dan Rasul-Nya).

Kriteria Wanita Shalihah

Wanita shalihah menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Ia mampu memelihara rasa malu sehingga segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Wanita shalihah terlihat dari perbuatannya selalu berusaha sesuai dengan syariat Islam, yaitu sesuai Al Qur’an dan hadits nabi. Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah SWT memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya dan menutup auratnya.

“… Maka wanita shalihah ialah yang taat kepada Allah serta memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Oleh karena Allah telah memelihara (mereka) …” (QS. An-Nisa’: 34)

Wanita shalihah akan terus berusaha menjaga kehormatan diri dan keluarga serta memelihara farji-nya,

Wanita shalihah adalah wanita yang mampu memelihara rasa malu, malu kepada Allah jika melanggar aturan-aturan Allah dalam Al-Qur’an terutama saat ini seakan akan manusia selalu mengejar model pakaian tanpa menghiraukan apakah modelnya sudah sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Wahai saudari-saudariku yang cantik, yang manis, malulah kepada Allah dan jangan mempermalukan dirimu sendiri atau menzhalimi diri sendiri, jika sudah paham bahwa menutup aurat, taat kepada suami, orang tua maka jangan pernah merasa malu untuk melaksanakannya sebab itu jalan menuju syurga Allah SWT.

Banyak wanita bisa menjadi sukses, tetapi tidak semua bisa menjadi shalihah, bahkan wanita bisa menjadi fitnah terbesar bagi kaum laki-laki, yang membuat laki-laki semakin menjauh dari Allah dan menyeret mereka ke jurang neraka jahannam, na’u dzubillahi min dzaaliik. Begitu pula dengan sebaliknya banyak lelaki yang bisa sukses tetapi tidak semua bisa menjadi lelaki shalih.

Sekarang para ikhwan, jika ingin memilih wanita untuk dijadikan sebagai pasangan hidup makan pilihlah sesuai dengan wasiat Rasulullah dalam sabdanya:

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berwasiat untuk memilih wanita yang memiliki dien (agama) yang baik sebagai ukuran keshalihan seorang wanita. Bukan kecantikan, kedudukan, atau hartanya.

Wahai para Ikhwan ataupun akhwat ketahuilah bahwa wanita yang menjadi idaman seorang ikhwan adalah, wanita yang berkriteria seperti berikut:

Dari Abu Hurairah Rhodiyalloohu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena dien (agama)-nya. Maka pilihlah yang memiliki dien (Agama) maka engkau akan beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nah… bagi ikhwan yang sedang dalam pencarian pasangan hidup tidak usah bimbang, bingung, mau jadi orang yang beruntung…? Pilihlah seperti yang diwasiatkan Rasulullah di atas, insya Allah itulah yang terbaik.

Dan bagi Akhwat yang disayangi oleh Allah mau jadi wanita pilihan para Ikhwan maka peliharalah, hiasilah kehidupanmu dengan Syariat Islam senantiasalah Istiqamah menjalankan Agama Allah jangan risau soal jodoh sebab semuanya sudah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta, dan jangan terbawa arus model-model kehidupan yang tidak termaktub dalam syariat.

Ketahuilah bahwa Ikhwan sangat menyukai wanita shalihah, bersifat penyayang, perhatian, lemah lembut, cantik, tidak pemarah, dan tentunya memakai jilbab yang syar’i.

Sungguh mulia wanita yang shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan umat.

Sebelum penulis mengakhiri goresan ini sebuah tetesan tinta dari Negeri Seribu Benteng Maroko, mohon maaf jika terdapat kesalahan. Tak ada niat lain melainkan hanya untuk saling mengingatkan, semoga bermamfaat. Wallahu A’lamu Bishowab.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/01/18333/wanita-idaman-ikhwan

Jomblo Keren (Edisi Wanita)

dakwatuna.com - Kesendirian adalah saat-saat berharga di mana kita benar-benar mengasah ibadah, kemampuan, kepribadian dan pencarian ilmu yang sebaik-baiknya. Sebagai bekal tatkala kita melepas masa kesendirian.

Kesendirian mengajarkan kepada kita, betapa sulitnya medan kehidupan tanpa adanya pendamping. Kita punya keluarga dan kawan-kawan, tapi tidak selalu keluarga dan kawan bisa menemani kegiatan atau keperluan kita. Mendengar hal paling rahasia yang kita simpan. Tapi kesulitan, bukan menjadikan kita lemah dan mencari pegangan yang akan membantu kita guna menjalani kehidupan. Pegangan atau di sebut seseorang yang siap sedia untuk mengantar dan menolong kita namun belum ada ikrar yang menghalalkan hubungan tersebut. Itu hanya akan menjadikan kita makin bertambah lemah.

Kesendirian mengajarkan ketangguhan sebagai wanita, tatkala berbagai rasa menerpa. Kesedihan, kegelisahan, kerinduan, kebencian. Kita bingung menumpahkan segala rasa itu kepada siapa. Tapi jika kita berusaha untuk mendekati Allah secara perlahan, kita bisa mengandalkan Allah untuk itu. Serahkan segala keluh kesah, kelemahan dan rasa sayang kepada Allah. Allah menjadikan kita kuat. Mengandalkan Allah menjadikan kita bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Kita berpegang pada Yang Maha Kuat, yang semesta alam adalah ciptaanNya. Secara fisik, kita terlihat seorang diri. Berpanas-panasan berganti angkot ke sana kemari karena berbagai agenda kegiatan. Berseliweran di antara para pasangan yang telah menikah. Keinginan untuk di perhatikan dan selalu di sayang, adalah lumrah bagi seorang wanita. Anggap saja semua adalah warna kehidupan kita, warna ujian yang semoga bisa menguatkan iman kita.

Sejatinya kesendirian adalah mengasah diri untuk bermentalkan kemandirian. Wujud kita mungkin sebagai kepompong, yang terlihat buruk dan tidak enak karena harus berada dalam ruang sempit. Bukan tanpa alasan Allah menciptakan itu semua. Hanya ingin menjadikan kita layaknya seekor kupu-kupu yang indah dan mampu terbang di alam bebas. Jika kulit kepompong di robek sengaja, bukan malah menolongnya dari himpitan tapi sebenarnya ada kelemahan yang menunggunya tatkala ia berwujud kupu-kupu. Sama dengan kita sebagai wanita, jika kita merasa tidak tahan dengan kesendirian kemudian kita berusaha mengakhiri kesendirian dengan jalan yang buruk (baca: pacaran), sebenarnya akan melemahkan diri kita sendiri. Kita akan terbiasa terlayani dengan baik, jika tidak di bantu kita akan merasa tidak di sayang. Perlahan hal tersebut bisa menjadi kebiasaan buruk.

Akan ada masanya ketika romantika kesendirian menjadi suatu hikmah yang sangat bermakna, suatu cerita yang akan kita rindukan tatkala pasangan telah hadir di samping kita.

Kesabaran kita, keteguhan kita tidak akan berakhir sia-sia. Allah Maha Mengetahui yang terbaik untuk hambaNya. Insya Allah.

Allahua’lam.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/02/18314/jomblo-keren-edisi-wanita

Pesan Surga dari Sekarang

dakwatuna.com - “Are we afraid to (of, pen) death…? I’ll be by killing or by cancer… the same thing. We are all waiting for the last day of our life. Nothing will be changed. If it is by cardiac risk or by Apache. But I prefer to be by Apache…!”

Masih ingat kan dengan kata-kata di atas? Kata-kata yang pernah diungkapkan oleh pejuang Islam di era serba mesin ini. Seorang mujahid yang tak rela tanah air dan tempat kelahirannya dirampas oleh zionis Israel dan tak rela kiblat umat Islam yang pertama di jarah oleh binatang –binatang itu.

Yang mana kebanyakan dunia Islam hanya mengutuk, tanpa berbuat untuk kemerdekaan mereka. Tanpa Anda kutuk pun mereka zionis Israel jauh-jauh hari telah dikutuk oleh Allah.

Apa yang beliau ungkapkan? Sebuah kata penyemangat perjuangan beliau, itulah yang beliau ungkapkan sehingga beliau berani berada di garda paling depan untuk menentang musuh-musuh Allah.

“Apakah kita takut dengan kematian? (Sama saja) saya akan mati dengan dibunuh atau dengan kanker. Kita semua menanti saat akhir kehidupan kita. Tidak ada yang berubah. Apakah berakhir dengan berhentinya detak jantung atau dengan helikopter Apache. Tapi saya lebih senang mati dengan Apache.

Sebuah pengakuan dari hamba yang menjadikan Allah tujuan hidupnya di dunia, yang mencintai Allah dan rasul-Nya melebihi cinta kepada selainnya. Sebuah cita-cita suci nan mulia yang terlontar dari mulut para perindu surga.

Percobaan demi percobaan yang dilakukan oleh zionis Israel untuk melenyapkan dirinya dari bumi ini, namun gagal dan beliau belum juga menemui ajalnya, sehingga waktu itu tiba, sebuah harapan dan cita-cita yang pernah ia harapkan, akhir nya beliau temui juga ketika rudal Yahudi menembakkan mobil yang beliau tumpangi pada 17 April 2004 dan beliau sudah membayangkan kematian hingga akhirnya beliau meraih apa yang dicita-citakan: mati dengan Apache. Beliau adalah Asy-Syahid Abdul Aziz Ar-Rantisy.

Di sisi lain kita lihat, seorang pahlawan Islam yang merindukan taman impian (surga) yang juga bercita-cita ingin mati di ujung pedang untuk menegak agama Islam di bumi Allah ini, yang ingin merasakan kedamaian hidup di bawah panji-panji keislaman.

Demi cita-cita yang mulia yang ia emban, ia berperang untuk Allah dan Rasulullah sampai-sampai seratus medan jihad ia jalani sehingga beliau dikenal dengan “Pedang Allah. Beliau adalah sang mujahid Khalid bin Walid.

Kita kenal sosok Khalid Bin Walid, seorang pejuang Islam yang dipecat oleh Khalifah Umar Bin Khaththab sebagai panglima perang, sehingga seorang sahabat bertanya kepada beliau ; Ya Khalid ! Kenapa Anda masih semangat berjuang, sedangkan sekarang Anda telah dipecat oleh Khalifah? Dengan tenang sang mujahid menjawab; Demi Allah, sesungguhnya aku berperang bukan karena Umar dan jabatan, ketahuilah aku berperang hanya karena ingin menegakkan Agama Allah ini.

“I fought in so many battles seeking martyrdom that there is no place in my body but have a stabbing scar by a spear, a sword or a dagger, and yet here I am, dying on my bed like an old camel dies. May the eyes of the cowards never sleep.”

Perencanaan matang telah beliau siap kan untuk menemui ajal nya di ujung tombak yang ingin merasakan nikmat nya syahid itu sendiri namun takdir menjawab keinginannya dengan syahid di tempat tidur.

Dua sosok pejuang yang sama-sama hidup untuk Allah dan rasul-Nya, yang sama-sama berjuang untuk agama Allah dan Rasul-Nya. Pahlawan terikat hati kepada Khaliq, sehingga cinta nya kepada Allah dan Rasul melebihi cinta kepada yang lainnya.

Mereka hidup di zaman yang sangat jauh berbeda, sang Khalid bin Walid hidup di masa Rasulullah, di masa awal tersebarnya Islam, awal dari keikutsertaan sang Khalid di medan tempur adalah ketika dia berperang memusuhi Islam sehingga masuk Islam nya beliau dan ikut di medan jihad sehingga menaklukkan negeri-negeri kafir dan harus takluk di bawah kedamaian Islam.

Di sisi lain, asy-syahid Abdul Aziz Arrantisy seorang pejuang Islam yang hidup di era serba mesin, sehingga yang beliau hadapi adalah dentuman meriam , senjata-senjata api, dan tak asing juga dengan ledakan-ledakan bom dan roket-roket pembunuh yang dimiliki oleh musuh-musuh Allah.

Ini pelajaran berarti bagi kita, bahwa sampai kapan pun musuh-musuh Allah tak akan pernah rela Islam itu jaya, tak akan pernah rela Islam menikmati kedamaian hidup, sehingga mereka berupaya sekuat apapun dan dengan cara bagaimanapun agar umat Islam ini lumpuh dan mudah di ombang ambing oleh musuh-musuh Allah.

Sementara hari ini, umat Islam masih disibukkan oleh perbedaan-perbedaan kelompok, sehingga tak menutup kemungkinan juga umat ini memusuhi saudaranya sendiri, mengikuti hawa nafsu yang dihiasi oleh syaitan dengan mengatakan kelompok dialah yang paling hebat, kelompok dialah yang paling keren, sehingga menganggap remeh kelompok yang lain , bahkan tak ayal lagi terjadi peperangan di antara umat Islam itu sendiri. Na’udzubillah

Perjuangan belum usai, kita lihat di sana berbagai cara akan mereka lakukan untuk menghancurkan Islam ini, buka mata hati, di sana masih ada saudara kita yang terluka, negeri mi`rajnya Rasulullah, sekarang mereka diembargo selama empat tahun, dipenjara dan mereka hidup di bawah derita, ribuan nyawa telah lenyap oleh kekejaman zionis, masih adakah di antara kita yang berbicara, ”emang gue pikirin”. Dimana hatimu kawan, di sana masih ada umat Islam yang terluka.

Semangat dan keikhlasan Khalid bin Walid dan assyahid Abdul Aziz akan sela lalu hidup, mereka jauh hari telah merencanakan seperti apa kematian mereka nanti, dan mau dalam keadaan bagaimana? Telah mereka rencanakan. Semua ini tak lepas dari rasa cinta mereka kepada Allah dan Agama ini. Dan sekarang sudahkah kita merencanakan, mau seperti apa akhir hidup kita nanti?

Wallahu`alam bishowab.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/02/18895/pesan-surga-dari-sekarang

Kamis, 02 Februari 2012

Wahai Puteriku


Putriku tercinta! Aku seorang yang telah berusia hampir lima puluh tahun. Hilang sudah masa remaja, impian dan khayalan. Aku telah mengunjungi banyak negeri, dan berjumpa dengan banyak orang.

Aku juga telah merasakan pahit getirnya dunia. Oleh karena itu dengarkanlah nasehat-nasehatku yang benar lagi jelas, berdasarkan pengalaman-pengalamanku, yang belum pernah engkau dengar dari orang lain sebelumnya.

Kami telah menulis dan mengajak kepada perbaikan moral, menghapus kejahatan dan mengekang hawa nafsu, sampai pena tumpul, dan mulut letih, tetapi kami tidak menghasilkan apa-apa. Kemungkaran tidak dapat kami berantas, bahkan semakin bertambah, kerusakan telah mewabah, para wanita keluar dengan pakaian merangsang, terbuka bagian lengan, betis dan lehernya.

Kami belum menemukan cara untuk memperbaiki, kami belum tahu jalannya. Sesungguhnya jalan kebaikan itu ada di depanmu, putriku! Kuncinya berada di tanganmu.

Benar bahwa lelakilah yang memulai langkah pertama dalam lorong dosa, tetapi bila engkau tidak setuju, laki-laki itu tidak akan berani, dan andaikata bukan lantaran lemah gemulaimu, laki-laki tidak akan bertambah parah. Engkaulah yang membuka pintu, kau katakan kepada si pencuri itu : silakan masuk … ketika ia telah mencuri, engkau berteriak : maling …! Tolong … tolong… saya kemalingan.

Demi Allah … dalam khayalan seorang pemuda tak melihat gadis kecuali gadis itu telah ia telanjangi pakaiannya.

Demi Allah … begitulah, jangan engkau percaya apa yang dikatakan laki-laki, bahwa ia tidak akan melihat gadis kecuali akhlak dan budi bahasanya. Ia akan berbicara kepadamu sebagai seorang sahabat.

Demi Allah … ia telah bohong! Senyuman yang diberikan pemuda kepadamu, kehalusan budi bahasa dan perhatian, semua itu tidak lain hanyalah merupakan perangkap rayuan ! setelah itu apa yang terjadi? Apa, wahai puteriku? Coba kau pikirkan!

Kalian berdua sesaat berada dalam kenikmatan, kemudian engkau ditinggalkan, dan engkau selamanya tetap akan merasakan penderitaan akibat kenikmatan itu. Pemuda tersebut akan mencari mangsa lain untuk diterkam kehormatannya, dan engakulah yang menanggung beban kehamilan dalam perutmu. Jiwamu menangis, keningmu tercoreng, selama hidupmu engkau akan tetap berkubang dalam kehinaan dan keaiban, masyarakat tidak akan mengampunimu selamanya.

Bila engkau bertemu dengan pemuda, kau palingkan muka, dan menghindarinya. Apabila pengganggumu berbuat lancang lewat perkataan atau tangan yang usil, kau lepaskan sepatu dari kakimu lalu kau lemparkan ke kepalanya, bila semua ini engkau lakukan, maka semua orang di jalan akan membelamu. Setelah itu anak-anak nakal itu takkan mengganggu gadis-gadis lagi. Apabila anak laki-laki itu menginginkan kebaikan maka ia akan mendatangi orang tuamu untuk melamar.

Cita-cita wanita tertinggi adalah perkawinan. Wanita, bagaimanapun juga status sosial, kekayaan, popularitas, dan prestasinya, sesuatu yang sangat didamba-dambakannya adalah menjadi isteri yang baik serta ibu rumah tangga yang terhormat.

Tak ada seorangpun yang mau menikahi pelacur, sekalipun ia lelaki hidung belang, apabila ia akan menikah tidak akan memilih wanita jalang (nakal), akan tetapi ia akan memilih wanita yang baik karena ia tidak rela bila ibu rumah tangga dan ibu putera-puterinya adalah seorang wanita amoral.

Sesungguhnya krisis perkawinan terjadi disebabkan kalian kaum wanita! Krisis perkawinan terjadi disebabkan perbuatan wanita-wanita asusila, sehingga para pemuda tidak membutuhkan isteri, akibatnya banyak para gadis berusia cukup untuk nikah tidak mendapatkan suami. Mengapa wanita-wanita yang baik belum juga sadar? Mengapa kalian tidak berusaha memberantas malapetaka ini? Kalianlah yang lebih patut dan lebih mampu daripada kaum laki-laki untuk melakukan usaha itu karena kalian telah mengerti bahasa wanita dan cara menyadarkan mereka, dan oleh karena yang menjadi korban kerusakan ini adalah kalian, para wanita mulia dan beragama.

Maka hendaklah kalian mengajak mereka agar bertakwa kepada Allah, bila mereka tidak mau bertakwa, peringatkanlah mereka akan akibat yang buruk dari perzinaan seperti terjangkitnya suatu penyakit. Bila mereka masih membangkang maka beritahukan akan kenyataan yang ada, katakan kepada mereka : kalian adalah gadis-gadis remaja putri yang cantik, oleh karena itu banyak pemuda mendatangi kalian dan berebut di sekitar kalian, akan tetapi apakah keremajaan dan kecantikan itu akan kekal? Semua makhluk di dunia ini tidak ada yang kekal. Bagaimana kelanjutannya, bila kalian sudah menjadi nenek dengan punggung bungkuk dan wajah keriput? Saat itu, siapakah yang akan memperhatikan? Siapa yang akan menaruh simpati?

Tahukah kalian, siapakah yang memperhatikan, menghormati dan mencintai seorang nenek? Mereka adalah anak dan para cucunya, saat itulah nenek tersebut menjadi seorang ratu ditengah rakyatnya. Duduk di atas singgasana dengan memakai mahkota, tetapi bagaimana dengan nenek yang lain, yang masih belum bersuami itu? Apakah kelezatan itu sebanding dengan penderitaan di atas? Apakah akibat itu akan kita tukar dengan kelezatan sementara?

Dan berilah nasehat-nasehat yang serupa, saya yakin kalian tidak perlu petunjuk orang lain serta tidak kehabisan cara untuk menasehati saudari-saudari yang sesat dan patut dikasihani. Bila kalian tidak dapat mengatasi mereka, berusahalah untuk menjaga wanita-wanita baik, gadis-gadis yang sedang tumbuh, agar mereka tidak menempuh jalan yang salah.

Saya tidak minta kalian untuk mengubah secara drastis mengembalikan wanita kini menjadi wanita berkepribadian muslimah yang benar, akan tetapi kembalilah ke jalan yang benar setapak demi setapak sebagaimana kalian menerima kerusakan sedikit demi sedikit.

Perbaikan tersebut tidak dapat diatasi hanya dalam waktu sehari atau dalam waktu singkat, malainkan dengan kembali ke jalan yang benar dari jalan yang semula kita lewati menuju keburukan walaupun jalan itu sekarang telah jauh, tidak menjadi soal, orang yang tidak mau menempuh jalan panjang yang hanya satu-satunya ini, tidak akan pernah sampai. Kita mulai dengan memberantas pergaulan bebas, (kalaupun) seorang wanita membuka wajahnya tidak berarti ia boleh bergaul dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Istri tanpa tutup wajah bukan berarti ia boleh menyambut kawan suami dirumahnya, atau menyalaminya bila bertemu di kereta, bertemu di jalan, atau seorang gadis menjabat tangan kawan pria di sekolah, berbincang-bincang, berjalan seiring, belajar bersama untuk ujian, dia lupa bahwa Allah menjadikannya sebagai wanita dan kawannya sebagai pria, satu dengan lain dapat saling terangsang. Baik wanita, pria, atau seluruh penduduk dunia tidak akan mampu mengubah ciptaan Allah, menyamakan dua jenis atau menghapus rangsangan seks dari dalam jiwa mereka.

Mereka yang menggembar-gemborkan emansipasi dan pergaulan bebas atas kemajuan adalah pembohong bila dilihat dari dua sebab :

Pertama : karena itu semua mereka lakukan untuk kepuasan pada diri mereka, memberikan kenikmatan-kenikmatan melihat angota badan yang terbuka dan kenikmatan-kenikmatan lain yang mereka bayangkan. Akan tetapi mereka tidak berani berterus terang, oleh karena itu mereka bertopeng dengan kalimat yang mengagumkan yang sama sekali tidak ada artinya, seperti kemajuan, modernisasi, kehidupan kampus, dan ungkapan-ungkapan yang lain yang kosong tanpa makna bagaikan gendang.

Kedua : mereka bohong oleh karena mereka bermakmum pada Eropa, menjadikan eropa bagaikan kiblat, dan mereka tidak dapat memahami kebenaran kecuali apa-apa yang datang dari sana, dari Paris, London, Berlin dan New York. Sekalipun berupa dansa, pornografi, pergaulan bebas di sekolah, buka aurat di lapangan dan telanjang di pantai (atau di kolam renang). Kebatilan menurut mereka adalah segala sesuatu yang datangnya dari timur, sekolah-sekolah Islam dan masjid-masjid, walapun berupa kehormatan, kemuliaan,, kesucian dan petunjuk. Kata mereka, pergaulan bebas itu dapat mengurangi nafsu birahi, mendidik watak dan dapat menekan libido seksual, untuk menjawab ini saya limpahkan pada mereka yang telah mencoba pergaulan bebas di sekolah-sekolah, seperti Rusia yang tidak beragama, tidak pernah mendengar para ulama dan pendeta. Bukankah mereka telah meninggalkan percobaan ini setelah melihat bahwa hal ini amat merusak?

Saya tidak berbicara dengan para pemuda, saya tidak ingin mereka mendengar, saya tahu, mungkin mereka menyanggah dan mencemoohkan saya karena saya telah menghalangi mereka untuk memperoleh kenikmatan dan kelezatan, akan tetapi saya berbicara kepada kalian, putri-putriku, wahai putriku yang beriman dan beragama! Putriku yang terhormat dan terpelihara ketahuilah bahwa yang menjadi korban semua ini bukan orang lain kecuali engkau.

Oleh karena itu jangan berikan diri kalian sebagai korban iblis, jangan dengarkan ucapan mereka yang merayumu dengan pergaulan yang alasannya, hak asasi, modernisasi, emansipasi dan kehidupan kampus. Sungguh kebanyakan orang yang terkutuk ini tidak beristri dan tidak memiliki anak, mereka sama sekali tidak peduli dengan kalian selain untuk pemuas kelezatan sementara. Sedangkan saya adalah seorang ayah dari empat orang gadis. Bila saya membela kalian, berarti saya membela putri-putriku sendiri. Saya ingin kalian bahagia seperti yang saya inginkan untuk putri-putriku.

Sesungguhnya tidak ada yang mereka inginkan selain memperkosa kehormatan wanita, kemuliaan yang tercela tidak akan bisa kembali, begitu juga martabat yang hilang tidak akan dapat ditemukan kembali.

Bila anak putri jatuh, tak seorangpun di antara mereka mau menyingsingkan lengan untuk membangunkannya dari lembah kehinaan, yang engkau dapati mereka hanya memperebutkan kecantikan si gadis, apabila telah berubah dan hilang, mereka pun lalu pergi menelantarkannya, persis seperti anjing meninggalkan bangkai yang tidak tersisa daging sedikitpun.

Inilah nasehatku padamu, putriku. Inilah kebenaran. Selain ini janganlah engkau percayai. Sadarlah bahwa di tanganmulah, bukan di tangan kami kaum laki-laki, kunci pintu perbaikan. Bila mau perbaikilah diri kalian, dengan demikian umat pun kan menjadi baik.

(wallahul musta’an).

Ali Ath-Thanthawi


http://indonesian.iloveallaah.com/wahai-puteriku/
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...